Selasa, 05 April 2011

linguistik umum

RESUME LINGUISTIK UMUM
            Istilah linguistik digunakan pada pertengahan abad kesembilan belas dan banyak ahli bahasa berpendapat bahwa umur linguistikpun tidak lebih dari pemakaian istilahnya sendiri. Dalam hampir setiap buku  pengantar dan  pegangan mengenai linguistik dikatakan bahwa linguistik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan berdasarkan strukur bahasa tersebut. ( Parera, 1987:20).
1.                  Hakikat Bahasa
Awal mula bahasa menurut Plato yang merupakan guru dari Aristoteles menyatakan bahwa bahasa itu asosiatif ada juga pendapat yang menyatakan bahwa bahasa  itu Etimilogi  palsu  jika demikian  hal itu kurang tepat karena tidak ada bukti yang  mendukung pendapat tersebut, sehingga kita yakini bahwa bahasa bersifat arbitrer, selain arbitrer bahasa juga non instingtif, dengan demikian kita perlu mempelajarinya. Bahasa juga transitory (fana) bunyi bahasa itu tidak terbatas. Daftar bahasa yang pernah ada:
@ Idiografi ( 5000 SM) adalah gambar-gambar yang mewakili gagasan (relief). Contoh : hasil tulisan orang-orang cina.
@ Piktografi yang digambar satu pengertian lebih rinci, contoh: gambar rumah sakit.
@ Silabis (silable atau suku kata) adalah satu gambar satu suku. Contoh­: to-ko.
@ Fonemis (bunyi) adalah  satu  gambar satu bunyi. ( huruf atau gambar bunyi).
1.1 Pengertian Bahasa
Bahasa adalah lambang atau bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang bersifat oral. Lambang adalah sesuatu yang hadirnya mewakili arti yang lain. Sedangkan Arbitrer berarti tidak ada hubungannya antara benda dan bunyi.
1.2  Elemen Bahasa
Elemen bahasa terbagi menjadi dua macam yakni:
1.2.1  Berdasarkan Bentuk, meliputi:
1.2.1.1  Bunyi segmental, yang terdiri dari:
Fon,
Fonem,                             di dalam ruang lingkup Fonologi
Suku kata,
Morfem,               di dalam ruang lingkup Morfologi
 kata,
Frase,
Klausa                                 di dalam ruang lingkup Sintaksis
Kalimat 
1.2.1.1  Unsur (Suprasegmental), yang terdiri dari:
Ø  Intonasi (Lagu Kalimat)
ü  Berita
ü  Tanya
ü  Seru
Ø  Kinesics
Bahasa dengan gerak tubuh:
ü  Mimik = Wajah
ü  Gesture = Tangan
ü  Posture = Tubuh
Ø   Proxemik (jarak bertutur): orang 1                   orang 2
ü  Dekat (6 cm)
ü  Sedang  ( 2— 3 m)
ü  Jauh (>50 m)
Apabila melebihi batas-batas tersebut diatas maka disebut dengan komunikasi  non verbal, dimana tidak adanya komunikasi (memakai bahasa isyarat).
1.3              Karakteristik Bahasa
1.3.1 Oral (lisan)
1.3.2  Sistemis dan Sistematis
ü  Disebut sistemis karena dalam bahasa memiliki pola atau kaidah-kaidah syarat penulisan sistematis, contohnya:
Saya berbelanja
S          P
ü  Disebut Sistemis karena terdiri dari satuan-satuan yang runtut atau tidak, mulai dari Fonem      Suku    kata    morfem   kata    klausa    kalimat   wacana.
1.3.3 Beragam, yang artinya terdiri dari bermacam-macam bentuk, dilihat dari:
ü  Kewilayahan, akan muncul:
v  Idiolek yaitu ciri khusus bahasa yang dimiliki seseorang.
v  Dialek yaitu kedaerahan (dari bahasa masing-masing individu, berkumpul di dalam satu daerah).
ü  Tingkat Keformalan:
v  Frozen = Beku
Bahasa yang paling formal atau sangat resmi, contohnya: UUD 1945
v  Standart = Baku
Ukurannya bersifat sosiologis, apabila seluruh orang/seluruh masyarakat mengerti sejauh mana penutur bahasa, bahasanya dapat dimengerti oleh orang lain. Contoh: Pidato resmi.
v  Consultative = bahasa yang digunakan dalam  ragam usaha atau bisnis. Contohnya:
-          Perjanjian Bank
Tidak semua bahasa memiliki bahasa ini, contohnya Bahasa Inggris karena Bahasa Inggris bersifat Internasional.
v  Casual = santai, tidak resmi, memakai bahasa santai misalnya digunakan di dalam pergaulan sehari-hari.
v  Intematimate = akrab
Contohnya: bahasa yang digunakan antar sesama teman cost, sesama komonitas waria ataupun komonitas-komonitas khusus lainnya.
1.3.4  Universal dan Unik (unique) artinya Bahasa itu bersifat umum dan tidak ada duanya.
ü  Universal, maksudnya terdiri dari tiga unsur, yakni:
§  Vokal dan Konsonan
§  Berintonasi (berlagu)
§  Satuan Lingual (Fon sampai dengan Wacana)
ü  Unik, maksudnya memiliki ciri khas yang tidak dimiliki bahasa lain, contohnya: bahasa madura dari pengulangannya yang unik.
1.3.5 Berkembang, artinya bahasa dikatakan berkembang karena dipakai oleh masyarakat yang berkembang sehingga memunculkan pola baru, serta variasi-variasi baru. Berdasarkananalisis bahasa yang paling cepat berkembang adalah bahasa Indonesia sedangkan yang paling lambat adalah bahasa Arab.
1.3.6 Produktif dan Kreatif
ü  Produktif artinya dari unsur terbatas menjadi unsur yang tidak terbatas (wujud tak terbatas)
ü  Kreatif artinya dalam bahasa, kita dapat menciptakan pola-pola baru dari pola-pola yang sudah ada.
1.3.7  Bahasa tidak dibatasi tempat dan waktu, artinya selama ada udara, kita dapat berbahasa, asalkan ada udara yang bergetar sebagai media dari bahasa yang kita ucapkan secara lisan.
1.3.8 Bahasa tidak ada yang baik dan buruk (netral) maksudnya adalah semua bahasa baik selama bahasa-bahasa tersebut dapat digunakan untuk komunikasi.
1.3.9 Komplit artinya tidak ada bahasa yang tidak dapat digunakan.

1.4              Sistem dan struktur
1.4.1        Pilihan dikotomis tentang bahasa
Adalah dua kutub yang berlawanan menjelaskan antara sistem bahasa dan struktur bahasa.
1.4.1.1  Langue vs Parole
Sistem bahasa yang abstrak, mengendap dan kita serap di benak kita.  Langue (sistem, abstrak, tidak nyata, kesan ada di benak, terbatas). Parole/tuturan/ujaran (realisasinya, kongrit, bisa didengar, tak terbatas).
1.4.1.2  Relasi sintakmatis vs Relasi Paradigmatis
Ø  Relasi sintagmatis = hubungan antara unsur bahasa yang hadir  atau unsur-unsur hadir (inprasentria) yang dapat membangun suatu pengertian.  Contoh:
Ali makan nasi
                                      S     P       O
Pelaku  verba   penderita (mencari hubungan subyek, predikat, obyek).



Ø  Relasi Paradigmatis = hubungan dengan sesuatu yang tidak hadir (inabsentris) tapi harus kita pikirkan diterima atau tidak diterima.
Contoh: Ali minum es              animate (yang bernyawa)
            Ayah           air                                    
                                                            diasosiasikan dengan kata lain yang sama.
                        Kakak          sirup
1.4.1.3  Kompetensi vs Performansi
Kopetensi berkaitan dengan sifat internal, terpendam, dalam diri.  Sedangkan performansi berkaitan dengan wujudnya, dari language, untuk mewujudkan kopetensi faktanya.
1.4.1.4  Struktural batin vs lahir (deep sruktural vs surface stuktural).









Sender = -writer , spiker

 




 




Encoding
@ semantical encoding = gagasan (menata gagasan)
@ Gramatical encoding = sudah ada kalimat tetapi masih ditahan (membuat kalimat) 
@  Phonological encoding = muncul
                        Receiver
@ Phonological decoding = menangkap bunyi
@ Gramatical decoding = kita pahami kalimat-kalimatnya kemudian kita hubungkan dengan sesuai dengan pengetahuan atau tidak.
@ Senmantical decoding = memahami pesannya.  

1.5   Teori Bahasa
Ø  Teori tekanan sosial = digunakan untuk kebutuhan bersosialisasi atau interaksi sosial.
Ø  Teori Ekoik (gema) = karena meniru gema alam (weer, ser, dor)
Ø  Teori Interjeksi = atas dasar insting-insting muncunlah bahasa (insting sakit= aduh)
Ø  Teori isyarat = gerak
Ø  Teori Tuhan = Bahasa berasal dari Tuhan.
-          islam = Al- Baqarah 33
-          Nasrani = Kitab Kajadia (genesis) 2:3
-          Hindu = Dewi Saraswati ( ilmu pengetahuan) 
1.6  Fungsi Bahasa
1.5.1 Fungsi Personal
      Fungsi bahasa untuk menyampaikan kehadiran kita (dihargai oleh orang lain).
1.5.2 Fungsi Interpersonal
      Fungsi bahasa yang digunakan untuk kohesi sosial karena setiap individu butuh masyarakat untuk hidup.
1.5.3 Fungsi Derektif
            Fungsi bahasa yang digunakan untuk memerintah (memohon, meminta ataupun berdoa) dari yang paling lugas sampai yang paling halus.
1.5 .4 Fungsi Imaginatif (Astetis)
Fungsi bahasa yang digunakan untuk membuat puisi, pantun, syair, atau dengan kata lain fungsi bahasa ini digunakan untuk mengungkapkan bahasa keindahan dari buah inspirasi seseorang.
1.5.5 Fungsi Fatis/ Fetis (Phatic Fuction)
Fungsi bahasa yang digunakan sebagai basa-basi di dalam kebudayaan sosial agar kita tidak terkena sanksi sosial, fungsi bahasa ini penting akan tetapi kita harus berhati-hati terhadap sikap berbicara kita karena berbeda kebudayaan berbeda penafsiran penggunaan bahasa,  penangkapan  sombong, acuh, dari orang lain yang berbeda agama dengan kita akan kita dapatkan jika kita tidak berhati-hati ketika menggunakan fungsi dari bahasa ini.
1.5.6 Fungsi Referensial
Fungsi bahasa ini digunakan oleh manusia untuk melambangkan benda-benda di sekelilingnya, atau biasa digunakan memberi nama-nama, benda-benda, di luar dari tubuh kita yang mengacu pada benda (berasal dari surga).
2        Konsep Dasar Linguistik
2.2  Linguistik Sebagai Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan yang kita peroleh dari proses berpikir ilmiah sistematis dan metodologis. Cara berpikir ada dua macam yakni:
2.2.1        Deduktif (Aristoteles 5000 SM)
– silogisme Aristoteles =  @ premis minor = fakta
                                          @ premis mayor = umum
             @ premis kesimpulan
Kelemahannya: Premis mayor tidak bisa diuji, dibuktikan kebenarannya, harus diterima apa adanya.
2.2.2        Induktif ( Francis Bacon) Fakta saja, teori dikumpulkan dari fakta. Kelemahannya: Ketika dikumpulkan  tidak  mudah  membuat  kesimpulan, berbasis data berdasarkan pancaindara kita terbatas.
2.2.3        Logika, Hipotika, Verifikatif ( Charles  Darwin)
                   Perkembangan makhuk, menurut Darwin ada bukti loncatan dari hewan ke manusia jika ditemukan fosil baru.
Ciri-ciri ilmu linguistik:
@ Obyektif = apa adanya, tidak bisa ditambah
@ Empiris = ada datanya, bisa dilihat, tidak bersifat transidental, tidak ghaib, bisa diteliti.
@ Akumulatif = Bertambah terus
@ Sistematis = aturannya, ada sistemnya.
Kerena keempat ciri tersebut memenuhi linguistik, maka linguistik sebagai ilmu.  
2.3 Linguistik Pembidangan Linguistik
2.2.1 Ciri khusus Linguistik:
@ kajian bahasa mengkaji bahasa deskriptif bukan prespektif , maksudnya kalau kita meneliti bahasa apa adanya tidak boleh ikut campur ( Deskriptif) sedangkan Prespektif adalah di pres, harus dibenarkan jika salah, tidak ada kemungkinan salah.
@ Mengkaji bahasa yang analisis, maksudnya tidak boleh menganalisis dengan bahasa lain harus menggunakan bahasa yang sesuai ( sebagai alat analisis).
\@  Bahasa disikapi sebagai hal yang dinamis, maksudnya berubah, berkembang, serta muncul kaidah-kaidah baru.
3        Dasar-Dasar Fonologi
3.1 Pengertian Fonologi
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Contoh:
(1) [Keduaorangitumeninggalakanruangsidangmeskipunrapatbelumselesai]
Pada tahap pertama, runtutan bunyi itu dapat disegmentasikan berdasarkan adanya jeda atau hentikan yang paling besar menjadi (1a) dan (1b) sebagai berikut:
(1a) [keduaorangitumeninggalkanruangsidang]
(1b) [meskipunrapatbelumselesai]
Pada tahap kedua, segmen (1a) dapat disegmentasikan lagi menjadi (1a1) dan (1a2) dan segmen (1b) dapat disegmentesikan lagi menjadi (1b1) dan (1b2) , menjadi:
(1a1) [ keduaorangitu]
(1a2) [meninggalkanruangsidang]
(1b1) [meskipun]
(1b2) [rapatbelumselesai]
Pada tahap berikutnya, segmen-segmen runtutan bunyi itu dapat disegmentasikan lagi sehingga kita sampai pada kesatuan-kesatuan runtutan bunyi yang disebut dengan silabel atau suku kata (Chaer, 2007:100—101).
3.2 Kajian Fonologi dibagi menjadi 2 yaitu:
3.2.1 Fonetik
Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi bahasa tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Contoh:
Ø  Kalau kita memperhatikan  baik-baik ternyata bunyi [i] yang terdapat pada  kata-kata [intan], [angin], [batik] adalah  tidak sama. Ketidaksamaan bunyi [I]  pada deretan kata-kata itulah sebagai salah satu contoh obyek atau  sasaran studi fonetik. Dalam  kajiannya, fonetik akan berusaha mendiskripsikan perbedaan bunyi-bunyi serta menjelaskan sebab-sebabnya.
Menurut urutan  proses terjadinya bunyi bahasa, dibedakan adanya tiga jenis Fonetik, yaitu :
3.2.1        Fonetik Artikulatoris
            Disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi tersebut diklasifikasikan.

3.2.2 Fonetik Akustis
Mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya.
3.2.3 Fonetik Audiotoris
Mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah  bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan  atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustis lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik audiotoris lebih berkenaan dengan bidang  kedokteran,  yaitu neurologi,  meskipun tidak menutup kemungkinan linguistik juga bekerja ke dalam kedua bidang fonetik itu. (Chaer, 2007: 103).
3.2.2 Fonemik
Fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua  satuan bahasa itu. Contoh: kata Indonesia  laba dan raba. Kedua kata itu mirip benar. Masing-masing terdiri dari empat buah bunyi. Yang  pertama mempunyai bunyi [l], [a], [b], dan [a] dan yang kedua mempunyai bunyi [r], [a], [b], dan [a].
Perbedannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [l] dan bunyi [r] adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem [l] dan fonem [r]. (Chaer, 2007:125).
4. Dasar-Dasar Morfologi
Morfologi adalah struktur gramatikal di dalam kata, yang terdiri dari
4.1 Morfem
Diatas satuan silabel atau suku kata itu secara kualitas ada satuan lagi yang fungsional yang disebut dengan  morfem. Sebagai satuan fungsional, morfem ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis. Konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaum strukturalis pada awal abad kedua puluh ini. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk kedua, dalam ujaran di atas . Ternyata bentuk kedua dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut.
(1) kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam
Ternyata juga semua bentuk  ke pada daftar diatas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebagai morfem. (Chaer, 2007:147).
4.2.1 Morf, Alomorf
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk berikut!
Melihat, merasa, membawa, membantu, mendengar, menduda, menyanyi,menyikat, menggali, menggoda, mengelas, mengetik.
Kita lihat ada beberapa bentuk yang mirip atau hampir sama, tetapi kita juga  tahu bahwa maknanya juga sama. Bentuk-bentuk itu adalah  me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men pada mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan mengetik. Me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-, keenam  bentuk  itu adalah  sebuah  morfem, sebab meskipun bentuknya tidak persis sama, tetapi perbedaaanya dapat di jelaskan secara fonologis. Bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan [l] dan [r] bentuk mem- berdistribusi terhadap pada bentuk dasar fonem awalnya  konsonan [b] dan juga [p], dan seterusnya. Bentuk- bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut alomorf. Dengan kata lain, alomorf adalah perwujudan kongkrit (di dalam pertuturan ) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, entah tiga atau enam seperti yang tampak seperti contoh di atas. Selain itu bisa dikatakan  morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah  nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan  alomorf  adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya. (Chaer, 2007:149—150).  
3.3  Morfem dan Kata
Ø  Perbedaan antara morfem dan kata :
Morfem : bentuk terkecil  bermakna yang tidak bisa dibagi, bisa menjadi kata jika melalui proses  morfologis. Contoh:
Me + (“cium”)                                       morfem (aktif)
Meja-Meja (2 morfem)  yang disebut dengan Reduplikasi.
Morfologis = - imbuhan
- pengulangan
3.4  Morfem dan Makna Gramatikal
3.4.1        Proses Morfemis: Proses-proses morfemis terdiri dari afiksasi, redupliklasi, konposisi, dan sedikit tentang konversi dan modifikasi intern.
@ Afiksasi adalah prosses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3)  makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses bahasa ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua efiks yakni afiks inflektif dan derivatif. Efiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflaktif atau paradigma inflaksional. Misalnya, sufiks –s  pada kata books. Sedangkan afiks derivatif adalah terdapat adanya prefik me-. Dilihat dari posisi melekatnya bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan trasfiks. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk dasar (me-), infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar (-er-). Sufiks adalah  adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan yang bagian kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam  proses penggabungan dua buah unsur. Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar.  
@ Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial) maupun dengan perubahan bunyi. Ada reduplikasi penuh (meja-meja), sebagian (lelaki), perubahan bunyi (bolak-balik), semu (mondar-mandir).
@ Komposisi adalah hasil proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memilki idensitas leksikal yang berbeda atau baru. Misalnya: lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
@Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplei. Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya vokal). Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplei.
@ Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya, contoh: lab dari kata laboratorium dan  sebagainya.
@ Produktivitas proses Morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi , komposisi, dan digunakan berulang-ulang secara relatif terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Misalnya kata Inggris steert hanya mempunyai dua alternan, yaitu steet dan jamak steerts.
3.5  Morfofonemik
Disebut juga morfonemik, morfofonemik atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Contoh: me- akan berubah menjadi mem-, men-, meng-, meny-, menge, atau tetap me-. (Chaer, 2007:177—194).
3.6  Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan dalam kalimat atau pentuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam  bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya untuk kontruksi kalimat Nenek....komik itu di kamar hanya bentuk kata berfiks me- yang dapat digunakan sebagai  predikat kalimat itu. Sebaliknya, untuk kalimat berkonstruksi Komik itu... Nenek di kamar hanya dapat berpreksi di- yang dapat digunakan.(Chaer, 2007:169).
4. Dasar-Dasar Sintaksis
Sintaksis mengandung pengertian menata kata menjadi kalimat yang dapat dipahami atau diterima. Sintakis masuk pada kajian Mikrolinguistik yang membahas bahasa saja tidak dengan ilmu lain.
4.1  Alat Sintaksis
Strategi bagaimana menata kata menjadi kalimat.
Contoh: kucing, tikus, besar, kecil, makan. Tatanan untuk menata kata-kata tersebut  sangat mempengaruhi. Alat sintaksis terdiri dari:
4.1.1 Urutan Kata: mempengaruhi arti kalimat.contohnya jika kita menata kata-kata seperti contoh di atas maka akan terbentuk arti kalimat. Akan tetapi, dalam bahasa latin tidak mempengaruhi sehiangga bukan disebut sebagai alat sintaksis. Contoh:
vini                    Maria vidit paulis, Paulis maria vidit
vidi                    Maria paulis vidit, vidit maria paulis
vici                    Vidi maria paulis Paulus vidit maria
4.1.2 Bentuk Kata
contoh: Dino mencium Rinso        me- berarti  aktif
Rinso dicium Dino             di- berarti pasif
4.1.3 Intonasi: beda nada maka beda makna
contoh: kata sama-sama makan akan tetapi dibentuk dengan intonasi berbeda yaitu:
makan! dan makan?
d. Kata tugas ( kata fungsi)
Kata-kata yang tidak memiliki makan  kamus atau leksikal bisa hidup dan bermakna karena berada dalam struktur. Contohnya: di, ke, dari, yang, untuk, kepada, dan, atau  dan sebagainya.
4.2 Jenis Sintaksis
Ø  Berdasarkan distribusi:
o   Indosentris: Frase yang sama dengan salah satu unsur atau dua-duanya semua unsur yang membangun Frasa itu atau frase yang memiliki unsur-unsur berdistribusi sama, atau memiliki kedudukan sama, tidak janggal atau aneh. Cirinya terdapat unsur pusatnya
contoh: Rumah mewah itu ambruk.
                  UP
Rumah…… itu  ambruk.
*…….mewah itu ambruk
Ayah dan ibu pergi ke Surabaya.
Ayah….
UP
Ibu…..
UP
o  
ke  Surabaya
 
Eksosentris:  Tidak ada memiliki unsur pusat.
Contoh:                                          tidak  ada unsur pusatnya.
5.1  Obyek Sintaksis
5.1.1 Frasa
Gabungan dua kata atau lebih yang tidak membangun hubungan predikatif serta tidak melebihi batas ukur contoh:
Ø   Rumah sakit                             (bukan frasa karena timbul makna baru)
Rumah batu                 frasa (tidak muncul makna baru)
Rumah batu baru
 Gabungan tidak membangun hubungan predikatif
Matahari terbit.= terjadi hubungan predikatif (S         P)
S               P
Rumah batu = bukan hubungan predikatif.
Ø 
kambing  hitam
 
 Tidak melebihi  batas fungsi kalimat: hanya S, hanya P, hanya K, hanya K, hanya O saja. Contoh:
Ayah menyembelih                                             obyek  saja.


Sedang mandi
 
 

Ali                                           predikat saja.


Rumah batu itu
 
 

                               ambruk             subyek saja.
5.1.2 Klausa
            Klausa adalah dua kata atau lebih yang membangun hubungan predikatif dan berpotensi menjadi kalimat apabila diberi intonasi final (sempurna). Klausa hanya muncul dibenak dan sistem digunakan untuk kalimat majemuk.
Contoh: Ali tidur. ; Ali tidur?; Ali tidur!
Bedanya dengan  Frasa, jika Frasa satu fungsi sedangkan klausa  dua fungsi atau lebih.
Kalimat klausa berpola: (s) p (o) (ket) (pel)
Artinya dalam klausa harus terdapat predikatnya. Predikat menjadi inti dari klausa. S dapat dihilangkan, hanya dibayangkan karena O1 dan O2 saling mengetahui, dan hal ini hanya digunakan untuk kalimat lisan bukan tulisan.
5.1.1 Jenis Klausa
5.1.1.1  Klausa verbal: kalimat yang predikatnya verba.
Contoh: Ali tidur                                        verba intrasitif ( verba yang hanya butuh satu argument, Ali saja (verba intransitif)
Ali mencium ibu                                          verba yang butuh 2 argumen (verba transitif, eka transitif).
Ali mencarikan adiknya pekerjaan          verba yang butuh 3 argumen (bi transitif, dwi transitif).
5.1.1.2 Klausa non verbal: adalah  kalimat yang predikatnya nomina, adjektiva, numeralia.
Contoh: nomina: saya guru.
Adjektiva: kebun itu indah.
Numeralia: Kambing pak Ali enam ekor.
ü  Cara membedakan kata verba dan dan nomina serta kata sifat adalah sebagai berikut:
……………
 
V=                         + dengan + kata sifat
…………..
 
N=                         + yang + kata sifat
Kata sifat = se – Reduplikasi (kata ulang) – nya
5.1.1.3 Klausa inti dan luar inti
            Ada pada kalimat majemuk dan komplek. Jika semua menjadi inti maka setara kedudukannya. Klausa luar inti selalu menjadi satu fungsi atau bagian fungsi dari kalimat intinya (kalimat majemuk bertingkat).
Contoh: Ayah membaca dan ibu memasak di dapur.
Ayah membaca ketika     Ibu memasak di depan.
                                          Keterangan waktu


5.1.1.4 Klausa tertanam
Gudang yang pintunya    terkunci itu
S                                             P

 
tidak bisa diperiksa
P
 
.Tertanam nominal frasa nominal. Contoh:



 


                  Frasa Nomina Indosentris                                      
                                                                         Klausa tertanam

5.2  Kalimat
            Ujaran, tuturan yang diapit oleh dua kesenyapan (diam) sedangkan intonasinya menunjukkan ujaran tersebut telah selesai, final, lengkap dimengerti orang.
5.2.1 Jenis Kalimat
5.2.1.1 Berdasarkan inti, terdiri dari unsur inti (jumlah inti) :
Ø  Kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur inti. Contoh: Ali tidur.
Ø  Kalimat yang terdiri dari tiga unsur inti. Contoh: Ali membeli sayur.
Ø  Kalimat yang membutuhkan empat unsur inti. Contoh: Kakak membelikan adik baju baru.
Ø  Kalimat yang terdiri dari unsur inti (kalimat minor) dua kata atau lebih (mayor).
5.2.1.1  Berdasarkan kontur: Penjedaan (berhenti sejenak untuk mengambil nafas agar berlagu).
@kalimat minim hanya terdiri dari satu kontur.
Ø  Jumlah Pola Kalimat (klausa):
Ø  Kalimat tunggal: Ali tidur
Ø  Kalimat majemuk: Ali tidur dan adik belajar.
Saya belajar
 
Ali tidur
 
-Setara.
                           dan
                     klausa 1                        klausa 2
ketika kakak belajar
 
tidur
 
Ali
 
                    -Bertingkat
                                                 
                            S                          P                                 Ket

Ayahnya
 
Dia
 
pindah
 
ke jakarta
 
setelah ibunya
 
Wafat
 
                   -Campuran
                                                             dan
Kawin lagi.
 
S                P                       K                            S                P                         S
Ket
kemarin
 
meninggal
 
di surabaya
 
yang tinggal
 
Pamannya
 
                     
S                           P                        K                      P                   K
Pola 2                                 Pola 1
5.2.1.2  Berdasarkan Pola Dasar kalimat bahasanya
Ø  S - P = Ali tidur.
Ø  S - P - O = Ali tidur di kursi.
Ø  S - P - Pel paman menjadi polisi.
Ø  S -P - Ket = Ayah pergi ke pasar.
Ø  S - P - O - Pel = Kakak menghadiahi ibu bunga.
Ø  S - P - O - K = Korea utara menembakkan rudal ke Korea Utara.
5.3 Analisis Sintaksis: Fungsi, kategori, dan Peran
Dalam pembicaraan struktur sintaksis pertama-tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Ketiganya tidak dapat  dipisahkan. Jadi akan dibicarakan secara bersamaan. Kelompok istilah subyek, predikat, obyek, dan keterangan adalah peristilahan yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Kelompok  istilah nomina, verb, ajektifa, dan numeralia adalah peristilahan yang berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok istilah pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis. (Chaer, 2007:207).
6.        Dasar-Dasar Semantik
Termasuk dalam kajian mikrolinguistik. Arti tentang linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna, berkaitan dengan sosiologi dan antropologi. Sosiologi berarti berkembang dengan masyakat, contoh iwak sedangkan antropologi berhubungan dengan warna-warna bahasa di Indonesia atau jawa, Filipina, inggris dan lain sebagainya.

6.1              Makna Leksikal, Idiomatik, dan Gramatikal
6.1.1 Makna leksikal adalah makna yang melekat pada leksem (makna referensial, makna yang ditunjuk). Makna leksikal ada dua macam yaitu:
-          Makna dasar: makna asli, asal, denotif, dasar.
Contoh: Kursi = tempat duduk (kursi yang ditunjuk).
-          Makna tambahan (makna kias).
Contoh: kursi = jabatan
Dasar perempuan! = makna negatif perempuan
6.1.2 Makna idiomatik adalah gabungan  kata yang tepat yang membentuk suatu arti tertentu. Contoh: membanting tulang, memeras keringat.
6.1.3 Makna gramatikal adalah makna yang muncul pada struktur kalimat.
6.2 Hubungan Antar Makna:
6.2.1 Sinonim = mirip, identik. Contoh : mangkat, gugur, wafat, mati, tewas mati.
6.2.2 Antonimi (aposisi) = lawan kata, dibagi menjadi 2 yaitu:
Mutlak = hidup dan mati, suami istri
Bertingkat (berjenjang) = kaya miskin
6.2.3 Hiponimi = kata yang menjadi bawahan, sub ordinasi, yang dipayungi kata lain. Hipernim ( superordinasi)                  buah (hipernim)
                                                            Apel    mangga            pepaya (hiponim)
 Hiponimi (sub ordinasi)
6.2.4 Homonim = kata-kata yang maknanya sama tapi tidak bisa dilacak kesamaannya. Dibagi menjadi dua yaitu:
Ø  Homofon = yang sama bunyinya. Contoh: bang (kakak), bank (deposit), bang (adzan).
Ø  Homograf = yang sama tulisannya. Contoh: teras, te'ras.
6.2.5 Polisemi = maknanya sama, bisa dicari hubungannya. Contoh: -pukul (dihantam), -pukul (jam).
6.2.6        Meronimi = kata yang membangun keutuhan kata lain.
      Contoh: Atap,dinding lantai = rumah
         Tangan, kaki, kepala = tubuh
6.2.7 Ambiguiti atau ketaksaan = adalah gejala yang dapat terjadi kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran  gramatikal yang berbeda  ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya, bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan menjadi (1) buku sejarah yang terbit, atau (2) buku itu memuat sejarah zaman baru.
6.2.7        Redundansi = biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan
unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Contoh: Bola itu ditendang oleh Dika tidak berbeda maknanya bila dikatakan bola itu ditendang Dika. Jadi, tanpa menggunakan preposisi oleh. Nah, penggunaan kata oleh inilah yang disebut redundans.(Chaer, 2007:310).
\
7. Dasar-Dasar Analisis Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dapat hirarkis gramatikal merupakan satuan  tertinggi atau tebesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau (pendengar dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun.
7.1 Alat Wacana:
Ø  Kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu.
Ø  Konjungsi = alat untuk menghubung-hubungkan bagian kalimat atau paragraf dengan paragraf.
Ø  Elepsis = penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat pada bagian  yang lain.
Ø  Menggunakan hubungan sebab akibat
Ø  Menggunakan hubungan tujuan
Ø  Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian  kalimat atau dua kalimat dalam satu wacana (Chaer, 2007: 267—272 ).
8        Pengantar Aliran-Aliran Linguistik
8.1  Tradisional
Istilah tradisional dalam linguistik sering dipertentangkan dengan istilah struktural, sehingga dalam  pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa stuktural. Kedua jenis tata bahasa ini banyak dibicarakan orang sebagai dua hal yang bertentangan, sebagai akibat dari pendekatan  keduanya yang  tidak sama terdapat  hakikat bahasa. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa  berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkam tata bahasa struktural menganalisis berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Dalam  merumuskan kata kerja, misalnya tata bahasa tradisional mengatakan  kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan  tata bahasa sturktural menyatakan  kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi  dengan frase “dengan...” Terbentuknya tata bahasa tradisional dimulai dari Zaman Yunani (Aristoteles, kaum stoik, kaum alexandria), Zaman Romawi (Varro dan “De Lingua Latina”, Institusiones Gramaticae, atau tata bahasa Priscia), Zaman Pertengahan, Zaman Renaisans, Zaman Menjelang lahirnya linguistik modern.  
8.2  Stuktural
Kalau linguistik strukturalis tidak lagi menggunakan pola-pola tata bahasa yunani dan latin dalam mendiskripsikan suatu bahasa. Linguistik strukturaklis berusaha mendiskripsikan bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure.
8.3 Transformasional
Dunia ilmu, termasuk linguistik, bukan  merupakan kegiatan yang dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari kebenaran  hakiki. Begitulah linguistik struktural lahir karena tidak puas dengan  pendekatan dan prosedur yang digunakan linguistik tradisional dalam menganalisis bahasa. Sekian tahun linguistik struktural digandrungi sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walaupun  model struktural tidak hanya satu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model struktual juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba merevisi model struktural itu di sana-sini, sehingga lahirlah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaan , dengan model struktural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transformasional yang mempunyai pendekatan dengan cara berbeda dengan linguistik struktural.  Namun, kemudian model tranformasi inipun dirasakan orang banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain pula, yang dianggap lebih baik misalnya model semantik generatif, model tata bahasa kasus, model tata bahasa relasional, dan model tata bahasa statifikasi.








Daftar Rujukan:
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Renika Cipta.
Parare, Jos Daniel.1987. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan. Jakarta: 1987.
RESUME LINGUISTIK UMUM
            Istilah linguistik digunakan pada pertengahan abad kesembilan belas dan banyak ahli bahasa berpendapat bahwa umur linguistikpun tidak lebih dari pemakaian istilahnya sendiri. Dalam hampir setiap buku  pengantar dan  pegangan mengenai linguistik dikatakan bahwa linguistik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan berdasarkan strukur bahasa tersebut. ( Parera, 1987:20).
1.                  Hakikat Bahasa
Awal mula bahasa menurut Plato yang merupakan guru dari Aristoteles menyatakan bahwa bahasa itu asosiatif ada juga pendapat yang menyatakan bahwa bahasa  itu Etimilogi  palsu  jika demikian  hal itu kurang tepat karena tidak ada bukti yang  mendukung pendapat tersebut, sehingga kita yakini bahwa bahasa bersifat arbitrer, selain arbitrer bahasa juga non instingtif, dengan demikian kita perlu mempelajarinya. Bahasa juga transitory (fana) bunyi bahasa itu tidak terbatas. Daftar bahasa yang pernah ada:
@ Idiografi ( 5000 SM) adalah gambar-gambar yang mewakili gagasan (relief). Contoh : hasil tulisan orang-orang cina.
@ Piktografi yang digambar satu pengertian lebih rinci, contoh: gambar rumah sakit.
@ Silabis (silable atau suku kata) adalah satu gambar satu suku. Contoh­: to-ko.
@ Fonemis (bunyi) adalah  satu  gambar satu bunyi. ( huruf atau gambar bunyi).
1.1 Pengertian Bahasa
Bahasa adalah lambang atau bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang bersifat oral. Lambang adalah sesuatu yang hadirnya mewakili arti yang lain. Sedangkan Arbitrer berarti tidak ada hubungannya antara benda dan bunyi.
1.2  Elemen Bahasa
Elemen bahasa terbagi menjadi dua macam yakni:
1.2.1  Berdasarkan Bentuk, meliputi:
1.2.1.1  Bunyi segmental, yang terdiri dari:
Fon,
Fonem,                             di dalam ruang lingkup Fonologi
Suku kata,
Morfem,               di dalam ruang lingkup Morfologi
 kata,
Frase,
Klausa                                 di dalam ruang lingkup Sintaksis
Kalimat 
1.2.1.1  Unsur (Suprasegmental), yang terdiri dari:
Ø  Intonasi (Lagu Kalimat)
ü  Berita
ü  Tanya
ü  Seru
Ø  Kinesics
Bahasa dengan gerak tubuh:
ü  Mimik = Wajah
ü  Gesture = Tangan
ü  Posture = Tubuh
Ø   Proxemik (jarak bertutur): orang 1                   orang 2
ü  Dekat (6 cm)
ü  Sedang  ( 2— 3 m)
ü  Jauh (>50 m)
Apabila melebihi batas-batas tersebut diatas maka disebut dengan komunikasi  non verbal, dimana tidak adanya komunikasi (memakai bahasa isyarat).
1.3              Karakteristik Bahasa
1.3.1 Oral (lisan)
1.3.2  Sistemis dan Sistematis
ü  Disebut sistemis karena dalam bahasa memiliki pola atau kaidah-kaidah syarat penulisan sistematis, contohnya:
Saya berbelanja
S          P
ü  Disebut Sistemis karena terdiri dari satuan-satuan yang runtut atau tidak, mulai dari Fonem      Suku    kata    morfem   kata    klausa    kalimat   wacana.
1.3.3 Beragam, yang artinya terdiri dari bermacam-macam bentuk, dilihat dari:
ü  Kewilayahan, akan muncul:
v  Idiolek yaitu ciri khusus bahasa yang dimiliki seseorang.
v  Dialek yaitu kedaerahan (dari bahasa masing-masing individu, berkumpul di dalam satu daerah).
ü  Tingkat Keformalan:
v  Frozen = Beku
Bahasa yang paling formal atau sangat resmi, contohnya: UUD 1945
v  Standart = Baku
Ukurannya bersifat sosiologis, apabila seluruh orang/seluruh masyarakat mengerti sejauh mana penutur bahasa, bahasanya dapat dimengerti oleh orang lain. Contoh: Pidato resmi.
v  Consultative = bahasa yang digunakan dalam  ragam usaha atau bisnis. Contohnya:
-          Perjanjian Bank
Tidak semua bahasa memiliki bahasa ini, contohnya Bahasa Inggris karena Bahasa Inggris bersifat Internasional.
v  Casual = santai, tidak resmi, memakai bahasa santai misalnya digunakan di dalam pergaulan sehari-hari.
v  Intematimate = akrab
Contohnya: bahasa yang digunakan antar sesama teman cost, sesama komonitas waria ataupun komonitas-komonitas khusus lainnya.
1.3.4  Universal dan Unik (unique) artinya Bahasa itu bersifat umum dan tidak ada duanya.
ü  Universal, maksudnya terdiri dari tiga unsur, yakni:
§  Vokal dan Konsonan
§  Berintonasi (berlagu)
§  Satuan Lingual (Fon sampai dengan Wacana)
ü  Unik, maksudnya memiliki ciri khas yang tidak dimiliki bahasa lain, contohnya: bahasa madura dari pengulangannya yang unik.
1.3.5 Berkembang, artinya bahasa dikatakan berkembang karena dipakai oleh masyarakat yang berkembang sehingga memunculkan pola baru, serta variasi-variasi baru. Berdasarkananalisis bahasa yang paling cepat berkembang adalah bahasa Indonesia sedangkan yang paling lambat adalah bahasa Arab.
1.3.6 Produktif dan Kreatif
ü  Produktif artinya dari unsur terbatas menjadi unsur yang tidak terbatas (wujud tak terbatas)
ü  Kreatif artinya dalam bahasa, kita dapat menciptakan pola-pola baru dari pola-pola yang sudah ada.
1.3.7  Bahasa tidak dibatasi tempat dan waktu, artinya selama ada udara, kita dapat berbahasa, asalkan ada udara yang bergetar sebagai media dari bahasa yang kita ucapkan secara lisan.
1.3.8 Bahasa tidak ada yang baik dan buruk (netral) maksudnya adalah semua bahasa baik selama bahasa-bahasa tersebut dapat digunakan untuk komunikasi.
1.3.9 Komplit artinya tidak ada bahasa yang tidak dapat digunakan.

1.4              Sistem dan struktur
1.4.1        Pilihan dikotomis tentang bahasa
Adalah dua kutub yang berlawanan menjelaskan antara sistem bahasa dan struktur bahasa.
1.4.1.1  Langue vs Parole
Sistem bahasa yang abstrak, mengendap dan kita serap di benak kita.  Langue (sistem, abstrak, tidak nyata, kesan ada di benak, terbatas). Parole/tuturan/ujaran (realisasinya, kongrit, bisa didengar, tak terbatas).
1.4.1.2  Relasi sintakmatis vs Relasi Paradigmatis
Ø  Relasi sintagmatis = hubungan antara unsur bahasa yang hadir  atau unsur-unsur hadir (inprasentria) yang dapat membangun suatu pengertian.  Contoh:
Ali makan nasi
                                      S     P       O
Pelaku  verba   penderita (mencari hubungan subyek, predikat, obyek).



Ø  Relasi Paradigmatis = hubungan dengan sesuatu yang tidak hadir (inabsentris) tapi harus kita pikirkan diterima atau tidak diterima.
Contoh: Ali minum es              animate (yang bernyawa)
            Ayah           air                                    
                                                            diasosiasikan dengan kata lain yang sama.
                        Kakak          sirup
1.4.1.3  Kompetensi vs Performansi
Kopetensi berkaitan dengan sifat internal, terpendam, dalam diri.  Sedangkan performansi berkaitan dengan wujudnya, dari language, untuk mewujudkan kopetensi faktanya.
1.4.1.4  Struktural batin vs lahir (deep sruktural vs surface stuktural).









Sender = -writer , spiker

 




 




Encoding
@ semantical encoding = gagasan (menata gagasan)
@ Gramatical encoding = sudah ada kalimat tetapi masih ditahan (membuat kalimat) 
@  Phonological encoding = muncul
                        Receiver
@ Phonological decoding = menangkap bunyi
@ Gramatical decoding = kita pahami kalimat-kalimatnya kemudian kita hubungkan dengan sesuai dengan pengetahuan atau tidak.
@ Senmantical decoding = memahami pesannya.  

1.5   Teori Bahasa
Ø  Teori tekanan sosial = digunakan untuk kebutuhan bersosialisasi atau interaksi sosial.
Ø  Teori Ekoik (gema) = karena meniru gema alam (weer, ser, dor)
Ø  Teori Interjeksi = atas dasar insting-insting muncunlah bahasa (insting sakit= aduh)
Ø  Teori isyarat = gerak
Ø  Teori Tuhan = Bahasa berasal dari Tuhan.
-          islam = Al- Baqarah 33
-          Nasrani = Kitab Kajadia (genesis) 2:3
-          Hindu = Dewi Saraswati ( ilmu pengetahuan) 
1.6  Fungsi Bahasa
1.5.1 Fungsi Personal
      Fungsi bahasa untuk menyampaikan kehadiran kita (dihargai oleh orang lain).
1.5.2 Fungsi Interpersonal
      Fungsi bahasa yang digunakan untuk kohesi sosial karena setiap individu butuh masyarakat untuk hidup.
1.5.3 Fungsi Derektif
            Fungsi bahasa yang digunakan untuk memerintah (memohon, meminta ataupun berdoa) dari yang paling lugas sampai yang paling halus.
1.5 .4 Fungsi Imaginatif (Astetis)
Fungsi bahasa yang digunakan untuk membuat puisi, pantun, syair, atau dengan kata lain fungsi bahasa ini digunakan untuk mengungkapkan bahasa keindahan dari buah inspirasi seseorang.
1.5.5 Fungsi Fatis/ Fetis (Phatic Fuction)
Fungsi bahasa yang digunakan sebagai basa-basi di dalam kebudayaan sosial agar kita tidak terkena sanksi sosial, fungsi bahasa ini penting akan tetapi kita harus berhati-hati terhadap sikap berbicara kita karena berbeda kebudayaan berbeda penafsiran penggunaan bahasa,  penangkapan  sombong, acuh, dari orang lain yang berbeda agama dengan kita akan kita dapatkan jika kita tidak berhati-hati ketika menggunakan fungsi dari bahasa ini.
1.5.6 Fungsi Referensial
Fungsi bahasa ini digunakan oleh manusia untuk melambangkan benda-benda di sekelilingnya, atau biasa digunakan memberi nama-nama, benda-benda, di luar dari tubuh kita yang mengacu pada benda (berasal dari surga).
2        Konsep Dasar Linguistik
2.2  Linguistik Sebagai Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan yang kita peroleh dari proses berpikir ilmiah sistematis dan metodologis. Cara berpikir ada dua macam yakni:
2.2.1        Deduktif (Aristoteles 5000 SM)
– silogisme Aristoteles =  @ premis minor = fakta
                                          @ premis mayor = umum
             @ premis kesimpulan
Kelemahannya: Premis mayor tidak bisa diuji, dibuktikan kebenarannya, harus diterima apa adanya.
2.2.2        Induktif ( Francis Bacon) Fakta saja, teori dikumpulkan dari fakta. Kelemahannya: Ketika dikumpulkan  tidak  mudah  membuat  kesimpulan, berbasis data berdasarkan pancaindara kita terbatas.
2.2.3        Logika, Hipotika, Verifikatif ( Charles  Darwin)
                   Perkembangan makhuk, menurut Darwin ada bukti loncatan dari hewan ke manusia jika ditemukan fosil baru.
Ciri-ciri ilmu linguistik:
@ Obyektif = apa adanya, tidak bisa ditambah
@ Empiris = ada datanya, bisa dilihat, tidak bersifat transidental, tidak ghaib, bisa diteliti.
@ Akumulatif = Bertambah terus
@ Sistematis = aturannya, ada sistemnya.
Kerena keempat ciri tersebut memenuhi linguistik, maka linguistik sebagai ilmu.  
2.3 Linguistik Pembidangan Linguistik
2.2.1 Ciri khusus Linguistik:
@ kajian bahasa mengkaji bahasa deskriptif bukan prespektif , maksudnya kalau kita meneliti bahasa apa adanya tidak boleh ikut campur ( Deskriptif) sedangkan Prespektif adalah di pres, harus dibenarkan jika salah, tidak ada kemungkinan salah.
@ Mengkaji bahasa yang analisis, maksudnya tidak boleh menganalisis dengan bahasa lain harus menggunakan bahasa yang sesuai ( sebagai alat analisis).
\@  Bahasa disikapi sebagai hal yang dinamis, maksudnya berubah, berkembang, serta muncul kaidah-kaidah baru.
3        Dasar-Dasar Fonologi
3.1 Pengertian Fonologi
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Contoh:
(1) [Keduaorangitumeninggalakanruangsidangmeskipunrapatbelumselesai]
Pada tahap pertama, runtutan bunyi itu dapat disegmentasikan berdasarkan adanya jeda atau hentikan yang paling besar menjadi (1a) dan (1b) sebagai berikut:
(1a) [keduaorangitumeninggalkanruangsidang]
(1b) [meskipunrapatbelumselesai]
Pada tahap kedua, segmen (1a) dapat disegmentasikan lagi menjadi (1a1) dan (1a2) dan segmen (1b) dapat disegmentesikan lagi menjadi (1b1) dan (1b2) , menjadi:
(1a1) [ keduaorangitu]
(1a2) [meninggalkanruangsidang]
(1b1) [meskipun]
(1b2) [rapatbelumselesai]
Pada tahap berikutnya, segmen-segmen runtutan bunyi itu dapat disegmentasikan lagi sehingga kita sampai pada kesatuan-kesatuan runtutan bunyi yang disebut dengan silabel atau suku kata (Chaer, 2007:100—101).
3.2 Kajian Fonologi dibagi menjadi 2 yaitu:
3.2.1 Fonetik
Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi bahasa tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Contoh:
Ø  Kalau kita memperhatikan  baik-baik ternyata bunyi [i] yang terdapat pada  kata-kata [intan], [angin], [batik] adalah  tidak sama. Ketidaksamaan bunyi [I]  pada deretan kata-kata itulah sebagai salah satu contoh obyek atau  sasaran studi fonetik. Dalam  kajiannya, fonetik akan berusaha mendiskripsikan perbedaan bunyi-bunyi serta menjelaskan sebab-sebabnya.
Menurut urutan  proses terjadinya bunyi bahasa, dibedakan adanya tiga jenis Fonetik, yaitu :
3.2.1        Fonetik Artikulatoris
            Disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi tersebut diklasifikasikan.

3.2.2 Fonetik Akustis
Mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya.
3.2.3 Fonetik Audiotoris
Mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah  bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan  atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustis lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik audiotoris lebih berkenaan dengan bidang  kedokteran,  yaitu neurologi,  meskipun tidak menutup kemungkinan linguistik juga bekerja ke dalam kedua bidang fonetik itu. (Chaer, 2007: 103).
3.2.2 Fonemik
Fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua  satuan bahasa itu. Contoh: kata Indonesia  laba dan raba. Kedua kata itu mirip benar. Masing-masing terdiri dari empat buah bunyi. Yang  pertama mempunyai bunyi [l], [a], [b], dan [a] dan yang kedua mempunyai bunyi [r], [a], [b], dan [a].
Perbedannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [l] dan bunyi [r] adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem [l] dan fonem [r]. (Chaer, 2007:125).
4. Dasar-Dasar Morfologi
Morfologi adalah struktur gramatikal di dalam kata, yang terdiri dari
4.1 Morfem
Diatas satuan silabel atau suku kata itu secara kualitas ada satuan lagi yang fungsional yang disebut dengan  morfem. Sebagai satuan fungsional, morfem ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis. Konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaum strukturalis pada awal abad kedua puluh ini. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk kedua, dalam ujaran di atas . Ternyata bentuk kedua dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut.
(1) kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam
Ternyata juga semua bentuk  ke pada daftar diatas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebagai morfem. (Chaer, 2007:147).
4.2.1 Morf, Alomorf
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk berikut!
Melihat, merasa, membawa, membantu, mendengar, menduda, menyanyi,menyikat, menggali, menggoda, mengelas, mengetik.
Kita lihat ada beberapa bentuk yang mirip atau hampir sama, tetapi kita juga  tahu bahwa maknanya juga sama. Bentuk-bentuk itu adalah  me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men pada mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan mengetik. Me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-, keenam  bentuk  itu adalah  sebuah  morfem, sebab meskipun bentuknya tidak persis sama, tetapi perbedaaanya dapat di jelaskan secara fonologis. Bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan [l] dan [r] bentuk mem- berdistribusi terhadap pada bentuk dasar fonem awalnya  konsonan [b] dan juga [p], dan seterusnya. Bentuk- bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut alomorf. Dengan kata lain, alomorf adalah perwujudan kongkrit (di dalam pertuturan ) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, entah tiga atau enam seperti yang tampak seperti contoh di atas. Selain itu bisa dikatakan  morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah  nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan  alomorf  adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya. (Chaer, 2007:149—150).  
3.3  Morfem dan Kata
Ø  Perbedaan antara morfem dan kata :
Morfem : bentuk terkecil  bermakna yang tidak bisa dibagi, bisa menjadi kata jika melalui proses  morfologis. Contoh:
Me + (“cium”)                                       morfem (aktif)
Meja-Meja (2 morfem)  yang disebut dengan Reduplikasi.
Morfologis = - imbuhan
- pengulangan
3.4  Morfem dan Makna Gramatikal
3.4.1        Proses Morfemis: Proses-proses morfemis terdiri dari afiksasi, redupliklasi, konposisi, dan sedikit tentang konversi dan modifikasi intern.
@ Afiksasi adalah prosses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3)  makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses bahasa ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua efiks yakni afiks inflektif dan derivatif. Efiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflaktif atau paradigma inflaksional. Misalnya, sufiks –s  pada kata books. Sedangkan afiks derivatif adalah terdapat adanya prefik me-. Dilihat dari posisi melekatnya bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan trasfiks. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk dasar (me-), infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar (-er-). Sufiks adalah  adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan yang bagian kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam  proses penggabungan dua buah unsur. Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar.  
@ Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial) maupun dengan perubahan bunyi. Ada reduplikasi penuh (meja-meja), sebagian (lelaki), perubahan bunyi (bolak-balik), semu (mondar-mandir).
@ Komposisi adalah hasil proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memilki idensitas leksikal yang berbeda atau baru. Misalnya: lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
@Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplei. Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya vokal). Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplei.
@ Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya, contoh: lab dari kata laboratorium dan  sebagainya.
@ Produktivitas proses Morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi , komposisi, dan digunakan berulang-ulang secara relatif terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Misalnya kata Inggris steert hanya mempunyai dua alternan, yaitu steet dan jamak steerts.
3.5  Morfofonemik
Disebut juga morfonemik, morfofonemik atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Contoh: me- akan berubah menjadi mem-, men-, meng-, meny-, menge, atau tetap me-. (Chaer, 2007:177—194).
3.6  Pembentukan Kata
Untuk dapat digunakan dalam kalimat atau pentuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam  bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya untuk kontruksi kalimat Nenek....komik itu di kamar hanya bentuk kata berfiks me- yang dapat digunakan sebagai  predikat kalimat itu. Sebaliknya, untuk kalimat berkonstruksi Komik itu... Nenek di kamar hanya dapat berpreksi di- yang dapat digunakan.(Chaer, 2007:169).
4. Dasar-Dasar Sintaksis
Sintaksis mengandung pengertian menata kata menjadi kalimat yang dapat dipahami atau diterima. Sintakis masuk pada kajian Mikrolinguistik yang membahas bahasa saja tidak dengan ilmu lain.
4.1  Alat Sintaksis
Strategi bagaimana menata kata menjadi kalimat.
Contoh: kucing, tikus, besar, kecil, makan. Tatanan untuk menata kata-kata tersebut  sangat mempengaruhi. Alat sintaksis terdiri dari:
4.1.1 Urutan Kata: mempengaruhi arti kalimat.contohnya jika kita menata kata-kata seperti contoh di atas maka akan terbentuk arti kalimat. Akan tetapi, dalam bahasa latin tidak mempengaruhi sehiangga bukan disebut sebagai alat sintaksis. Contoh:
vini                    Maria vidit paulis, Paulis maria vidit
vidi                    Maria paulis vidit, vidit maria paulis
vici                    Vidi maria paulis Paulus vidit maria
4.1.2 Bentuk Kata
contoh: Dino mencium Rinso        me- berarti  aktif
Rinso dicium Dino             di- berarti pasif
4.1.3 Intonasi: beda nada maka beda makna
contoh: kata sama-sama makan akan tetapi dibentuk dengan intonasi berbeda yaitu:
makan! dan makan?
d. Kata tugas ( kata fungsi)
Kata-kata yang tidak memiliki makan  kamus atau leksikal bisa hidup dan bermakna karena berada dalam struktur. Contohnya: di, ke, dari, yang, untuk, kepada, dan, atau  dan sebagainya.
4.2 Jenis Sintaksis
Ø  Berdasarkan distribusi:
o   Indosentris: Frase yang sama dengan salah satu unsur atau dua-duanya semua unsur yang membangun Frasa itu atau frase yang memiliki unsur-unsur berdistribusi sama, atau memiliki kedudukan sama, tidak janggal atau aneh. Cirinya terdapat unsur pusatnya
contoh: Rumah mewah itu ambruk.
                  UP
Rumah…… itu  ambruk.
*…….mewah itu ambruk
Ayah dan ibu pergi ke Surabaya.
Ayah….
UP
Ibu…..
UP
o  
ke  Surabaya
 
Eksosentris:  Tidak ada memiliki unsur pusat.
Contoh:                                          tidak  ada unsur pusatnya.
5.1  Obyek Sintaksis
5.1.1 Frasa
Gabungan dua kata atau lebih yang tidak membangun hubungan predikatif serta tidak melebihi batas ukur contoh:
Ø   Rumah sakit                             (bukan frasa karena timbul makna baru)
Rumah batu                 frasa (tidak muncul makna baru)
Rumah batu baru
 Gabungan tidak membangun hubungan predikatif
Matahari terbit.= terjadi hubungan predikatif (S         P)
S               P
Rumah batu = bukan hubungan predikatif.
Ø 
kambing  hitam
 
 Tidak melebihi  batas fungsi kalimat: hanya S, hanya P, hanya K, hanya K, hanya O saja. Contoh:
Ayah menyembelih                                             obyek  saja.


Sedang mandi
 
 

Ali                                           predikat saja.


Rumah batu itu
 
 

                               ambruk             subyek saja.
5.1.2 Klausa
            Klausa adalah dua kata atau lebih yang membangun hubungan predikatif dan berpotensi menjadi kalimat apabila diberi intonasi final (sempurna). Klausa hanya muncul dibenak dan sistem digunakan untuk kalimat majemuk.
Contoh: Ali tidur. ; Ali tidur?; Ali tidur!
Bedanya dengan  Frasa, jika Frasa satu fungsi sedangkan klausa  dua fungsi atau lebih.
Kalimat klausa berpola: (s) p (o) (ket) (pel)
Artinya dalam klausa harus terdapat predikatnya. Predikat menjadi inti dari klausa. S dapat dihilangkan, hanya dibayangkan karena O1 dan O2 saling mengetahui, dan hal ini hanya digunakan untuk kalimat lisan bukan tulisan.
5.1.1 Jenis Klausa
5.1.1.1  Klausa verbal: kalimat yang predikatnya verba.
Contoh: Ali tidur                                        verba intrasitif ( verba yang hanya butuh satu argument, Ali saja (verba intransitif)
Ali mencium ibu                                          verba yang butuh 2 argumen (verba transitif, eka transitif).
Ali mencarikan adiknya pekerjaan          verba yang butuh 3 argumen (bi transitif, dwi transitif).
5.1.1.2 Klausa non verbal: adalah  kalimat yang predikatnya nomina, adjektiva, numeralia.
Contoh: nomina: saya guru.
Adjektiva: kebun itu indah.
Numeralia: Kambing pak Ali enam ekor.
ü  Cara membedakan kata verba dan dan nomina serta kata sifat adalah sebagai berikut:
……………
 
V=                         + dengan + kata sifat
…………..
 
N=                         + yang + kata sifat
Kata sifat = se – Reduplikasi (kata ulang) – nya
5.1.1.3 Klausa inti dan luar inti
            Ada pada kalimat majemuk dan komplek. Jika semua menjadi inti maka setara kedudukannya. Klausa luar inti selalu menjadi satu fungsi atau bagian fungsi dari kalimat intinya (kalimat majemuk bertingkat).
Contoh: Ayah membaca dan ibu memasak di dapur.
Ayah membaca ketika     Ibu memasak di depan.
                                          Keterangan waktu


5.1.1.4 Klausa tertanam
Gudang yang pintunya    terkunci itu
S                                             P

 
tidak bisa diperiksa
P
 
.Tertanam nominal frasa nominal. Contoh:



 


                  Frasa Nomina Indosentris                                      
                                                                         Klausa tertanam

5.2  Kalimat
            Ujaran, tuturan yang diapit oleh dua kesenyapan (diam) sedangkan intonasinya menunjukkan ujaran tersebut telah selesai, final, lengkap dimengerti orang.
5.2.1 Jenis Kalimat
5.2.1.1 Berdasarkan inti, terdiri dari unsur inti (jumlah inti) :
Ø  Kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur inti. Contoh: Ali tidur.
Ø  Kalimat yang terdiri dari tiga unsur inti. Contoh: Ali membeli sayur.
Ø  Kalimat yang membutuhkan empat unsur inti. Contoh: Kakak membelikan adik baju baru.
Ø  Kalimat yang terdiri dari unsur inti (kalimat minor) dua kata atau lebih (mayor).
5.2.1.1  Berdasarkan kontur: Penjedaan (berhenti sejenak untuk mengambil nafas agar berlagu).
@kalimat minim hanya terdiri dari satu kontur.
Ø  Jumlah Pola Kalimat (klausa):
Ø  Kalimat tunggal: Ali tidur
Ø  Kalimat majemuk: Ali tidur dan adik belajar.
Saya belajar
 
Ali tidur
 
-Setara.
                           dan
                     klausa 1                        klausa 2
ketika kakak belajar
 
tidur
 
Ali
 
                    -Bertingkat
                                                 
                            S                          P                                 Ket

Ayahnya
 
Dia
 
pindah
 
ke jakarta
 
setelah ibunya
 
Wafat
 
                   -Campuran
                                                             dan
Kawin lagi.
 
S                P                       K                            S                P                         S
Ket
kemarin
 
meninggal
 
di surabaya
 
yang tinggal
 
Pamannya
 
                     
S                           P                        K                      P                   K
Pola 2                                 Pola 1
5.2.1.2  Berdasarkan Pola Dasar kalimat bahasanya
Ø  S - P = Ali tidur.
Ø  S - P - O = Ali tidur di kursi.
Ø  S - P - Pel paman menjadi polisi.
Ø  S -P - Ket = Ayah pergi ke pasar.
Ø  S - P - O - Pel = Kakak menghadiahi ibu bunga.
Ø  S - P - O - K = Korea utara menembakkan rudal ke Korea Utara.
5.3 Analisis Sintaksis: Fungsi, kategori, dan Peran
Dalam pembicaraan struktur sintaksis pertama-tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Ketiganya tidak dapat  dipisahkan. Jadi akan dibicarakan secara bersamaan. Kelompok istilah subyek, predikat, obyek, dan keterangan adalah peristilahan yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Kelompok  istilah nomina, verb, ajektifa, dan numeralia adalah peristilahan yang berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok istilah pelaku, penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis. (Chaer, 2007:207).
6.        Dasar-Dasar Semantik
Termasuk dalam kajian mikrolinguistik. Arti tentang linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna, berkaitan dengan sosiologi dan antropologi. Sosiologi berarti berkembang dengan masyakat, contoh iwak sedangkan antropologi berhubungan dengan warna-warna bahasa di Indonesia atau jawa, Filipina, inggris dan lain sebagainya.

6.1              Makna Leksikal, Idiomatik, dan Gramatikal
6.1.1 Makna leksikal adalah makna yang melekat pada leksem (makna referensial, makna yang ditunjuk). Makna leksikal ada dua macam yaitu:
-          Makna dasar: makna asli, asal, denotif, dasar.
Contoh: Kursi = tempat duduk (kursi yang ditunjuk).
-          Makna tambahan (makna kias).
Contoh: kursi = jabatan
Dasar perempuan! = makna negatif perempuan
6.1.2 Makna idiomatik adalah gabungan  kata yang tepat yang membentuk suatu arti tertentu. Contoh: membanting tulang, memeras keringat.
6.1.3 Makna gramatikal adalah makna yang muncul pada struktur kalimat.
6.2 Hubungan Antar Makna:
6.2.1 Sinonim = mirip, identik. Contoh : mangkat, gugur, wafat, mati, tewas mati.
6.2.2 Antonimi (aposisi) = lawan kata, dibagi menjadi 2 yaitu:
Mutlak = hidup dan mati, suami istri
Bertingkat (berjenjang) = kaya miskin
6.2.3 Hiponimi = kata yang menjadi bawahan, sub ordinasi, yang dipayungi kata lain. Hipernim ( superordinasi)                  buah (hipernim)
                                                            Apel    mangga            pepaya (hiponim)
 Hiponimi (sub ordinasi)
6.2.4 Homonim = kata-kata yang maknanya sama tapi tidak bisa dilacak kesamaannya. Dibagi menjadi dua yaitu:
Ø  Homofon = yang sama bunyinya. Contoh: bang (kakak), bank (deposit), bang (adzan).
Ø  Homograf = yang sama tulisannya. Contoh: teras, te'ras.
6.2.5 Polisemi = maknanya sama, bisa dicari hubungannya. Contoh: -pukul (dihantam), -pukul (jam).
6.2.6        Meronimi = kata yang membangun keutuhan kata lain.
      Contoh: Atap,dinding lantai = rumah
         Tangan, kaki, kepala = tubuh
6.2.7 Ambiguiti atau ketaksaan = adalah gejala yang dapat terjadi kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran  gramatikal yang berbeda  ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya, bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan menjadi (1) buku sejarah yang terbit, atau (2) buku itu memuat sejarah zaman baru.
6.2.7        Redundansi = biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan
unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Contoh: Bola itu ditendang oleh Dika tidak berbeda maknanya bila dikatakan bola itu ditendang Dika. Jadi, tanpa menggunakan preposisi oleh. Nah, penggunaan kata oleh inilah yang disebut redundans.(Chaer, 2007:310).
\
7. Dasar-Dasar Analisis Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dapat hirarkis gramatikal merupakan satuan  tertinggi atau tebesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau (pendengar dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun.
7.1 Alat Wacana:
Ø  Kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu.
Ø  Konjungsi = alat untuk menghubung-hubungkan bagian kalimat atau paragraf dengan paragraf.
Ø  Elepsis = penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat pada bagian  yang lain.
Ø  Menggunakan hubungan sebab akibat
Ø  Menggunakan hubungan tujuan
Ø  Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian  kalimat atau dua kalimat dalam satu wacana (Chaer, 2007: 267—272 ).
8        Pengantar Aliran-Aliran Linguistik
8.1  Tradisional
Istilah tradisional dalam linguistik sering dipertentangkan dengan istilah struktural, sehingga dalam  pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa stuktural. Kedua jenis tata bahasa ini banyak dibicarakan orang sebagai dua hal yang bertentangan, sebagai akibat dari pendekatan  keduanya yang  tidak sama terdapat  hakikat bahasa. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa  berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkam tata bahasa struktural menganalisis berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Dalam  merumuskan kata kerja, misalnya tata bahasa tradisional mengatakan  kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan  tata bahasa sturktural menyatakan  kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi  dengan frase “dengan...” Terbentuknya tata bahasa tradisional dimulai dari Zaman Yunani (Aristoteles, kaum stoik, kaum alexandria), Zaman Romawi (Varro dan “De Lingua Latina”, Institusiones Gramaticae, atau tata bahasa Priscia), Zaman Pertengahan, Zaman Renaisans, Zaman Menjelang lahirnya linguistik modern.  
8.2  Stuktural
Kalau linguistik strukturalis tidak lagi menggunakan pola-pola tata bahasa yunani dan latin dalam mendiskripsikan suatu bahasa. Linguistik strukturaklis berusaha mendiskripsikan bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure.
8.3 Transformasional
Dunia ilmu, termasuk linguistik, bukan  merupakan kegiatan yang dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari kebenaran  hakiki. Begitulah linguistik struktural lahir karena tidak puas dengan  pendekatan dan prosedur yang digunakan linguistik tradisional dalam menganalisis bahasa. Sekian tahun linguistik struktural digandrungi sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walaupun  model struktural tidak hanya satu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model struktual juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba merevisi model struktural itu di sana-sini, sehingga lahirlah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaan , dengan model struktural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transformasional yang mempunyai pendekatan dengan cara berbeda dengan linguistik struktural.  Namun, kemudian model tranformasi inipun dirasakan orang banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain pula, yang dianggap lebih baik misalnya model semantik generatif, model tata bahasa kasus, model tata bahasa relasional, dan model tata bahasa statifikasi.








Daftar Rujukan:
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Renika Cipta.
Parare, Jos Daniel.1987. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan. Jakarta: 1987.

3 komentar:

  1. semoga...bermanfaat. karena blog ini adalah langkah pertama saya dalam membuat blog

    BalasHapus
    Balasan
    1. ammiin maz,
      maklum lagi belajar.. :D
      doaku slalu menyertaimu kog maz.. :p

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus