Abstrak: Hampir
seluruh masyarakat Indonesia tidak asing dengan istilah gejala dalam memproduksi kalimat yaitu lupa (tip of the tongue) yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Lupa merupakan
satu diantara gejala pengujaran yang terbilang sudah menjadi kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari. Wujud nyata penderita gejala ini sering ditampakan
ketika penderita atau pembicara (O1) sulit menemukan kata yang mungkin sudah lama
tidak dipakai. Analisis gejala latah tergolong elemen analisis produksi ujar
dalam bentuk phone logical incoding. Tahap
yang oleh Bock dan Levelt adalah tahap artikulasi yaitu tahap dimana kerangka
serta isi yang sudah jadi itu diwujudkan dalam bentuk bunyi.
Kata kunci:
Tip of the tongue, Produksi Ujar, Phone Logical Incoding
1. Pendahuluan
Anderson dan Ausabel (dalam Brown,
2008:97) mengungkapkan pengalaman sadar yang dinyatakan secara jelas dan
dimasukkan dibedakan secara tepat, yang muncul ketika isyarat-isyarat bermakna,
simbol, konsep, atau gagasan memiliki kemungkinan untuk dikaitkan dengan dan
dimasukkan ke dalam struktur kognitif tertentu seseorang pada basis yang stabil
dan substantif. Akan tetapi, munculnya fenomena gejala bahasa yaitu lupa-lupa
ingat atau tip of the tongue dihampir
pengguna bahasa di Indonesia. Membuat terhampatnya produksi ujar karena
mengujarkan apa yang dicari itu tidak selama lancar.
Sehingga menarik jika kajian psikolinguistik
terkait fenomena gejala ini diangkat untuk dianalisis karena begitu tidak
tabunya gejala bahasa yang disebut lupa-lupa ingat dapat terjadi di lingkungan
masyarakat sekitar. Pembahasan penting yang akan dikaji peneliti antara lain:
a) tahap-tahap produksi ujar khususnya logical
incoding, b) pengertian gejala lupa-lupa ingat, c) penyebab lupa-lupa
ingat, dan penyembuhan lupa-lupa ingat.
Objek yang berusaha peneliti paparkan
adalah peneliti sendiri yang terkadang kesulitan menemukan sebuah kata pada
proses pengerjaan suatu tugas. Studi pendekatan yang digunakan peneliti
bukanlah studi produksi kalimat secara langsung karena tidak memungkinkan untuk melakukan pembedahan
anggota tubuh yang bersangkutan. Melainkan dengan menggunkan pendekatan tidak
langsung yaitu dengan melakukan observasi kalimat-kalimat yang diujarkan dan
bagaimana proses kesalahan-kesalahan tersebut dapat diujarkan.
2.
Produksi
Ujar
Sebagai pembicara selama ini mungkin
tidak disadari begitu mudahnya bunyi-bunyi ujar diucapkan. Padahal untuk dapat
mengeluarkan ujaran diperlukan beberapa tahap pelaksanaan sampai mencapai
kesempurnaan pada produksi ujar.
Mayer
dan Roelos (dalam Darjdowidjojo, 2005:141) menyebut teori mutahir mengenai
produksi ujar terdiri dari tiga tahap yaitu konseptualisasi, formulasi, dan
artikulasi. Penjelasan terkait ketiganya adalah sebagai berikut:
2.1 Tahap Konseptual
Mengandung
sebuah pengertian bahwa pra penderita sebelum membunyikan bunyi ujar. Yaitu
berhubungan dengan proses mental penderita menyampaikan skemata awal yang
dimiliki. Proses mental sendiri terdiri atas tiga tahap diantaranya, pertama
aspek pengetahuan kita terhadap interlokutor. Pengetahuan yang dimaksud adalah
penyesuaian pengonsumsi lawan bicara.
Ketika
berada pada forum resmi setidaknya pembicara harus menggunakan bahasa yang
lebih berpegang pada karaksteristik bahasa sesuai ejaan atau bahasa resmi
begitupun sebaliknya. Kedua, setelah penderita mampu menguasai sebuah
tahap pertama yang berkaitan dengan
pengatuhan interlokutor di tahap kedua penderita harus menggunakan prinsiopal
koperatif yakni aspek pragmatik (kesepakatan) dalam suatu forum yang
berlangsung dalam percekapatan.
Misalnya
kesepakatan berdasarkan dengan kodrat bahasa Bali, Jawa ataupun Sunda yang
memiliki ciri beragam. Contoh bahasa jawa untuk penyebutan kata nasi dapat
disebutkan dengan beberapa nama seperti pari,
bawon beras, menir dan sebagainya. Dari dua tahap pengetahuan di atas satu
tahap yang terpenting adalah faktor pembicara itu sendiri yang dapat
mengungkapkan beragamnya skemata yang dimiliki untuk mendukung tercapainya awal
kematangan konsep yang digunakan.
2.2 Tahap Formulasi
Adalah ketika penderita memilih beberapa
skemata yang cocok digunakan yang kemudian dikategorikan sesuai dengan struktur
sintaktik (N, V, Adj, dan sebagainya) ditambah dengan afiksasi. Dalam tahap formulasi atau biasa disebut dengan grammatical incoding terdiri dari
beberapa tahap diantaranya: tingkat pesan (message)
dimana pesan yang ingin disampaikan diproses.
Pembicara akan mengumpulkan beberapa
nosi-nosi atau asumsi-asumsi yang tepat, contoh ada sebuah kalimat Ibu Ani pergi ke sekolah maka asumsi-asumsi yang muncul adalah
bahwa Ibu Ani merupakan seorang
perempuan. Tahap berikutnya tingkat fungsional, seorang pembicara harus dapat
memetakan bahwa sesuai kajian sintaktik
ani adalah pelaku (nomina) dan
pergi termasuk nomina.
Dua tahap berikutnya yakni proses
posisional dan fonologi. Posisional adalah terkait kedudukan pada beberapa suku
kata yang menjadi formula. Ibu secara
posisi berhubungan dengan Ani sedangakan
ke lebih tepat digabungkan dengan sekolah. Setelah posisional tersusun
secara tepat selanjutnya informasi ini akan dikirim ke tingkat fonologi yaitu
proses penyesuaian neurologis dan biologis yang akan diwujudkan dalam bentuk
bunyi.
2.3 Tahap Artikulasi
Terhubung
pada penderita atau pembicara tersebut mengeluarkan bentuk bunyi berdasarkan
dua proses sebelumnya. Tahap artikulasi
yang biasa disebut dengan phonological
encoding dimana seluruh kerangka dan isi yang sudah jadi tersebut
diwujudkan dalam bentuk bunyi. Dapat dikatakan pada tahap ini adalah proses
akhir produksi ujaran mengartikulasikan beberapa asumsi sera formula yang
didapatkan sebelumnya. Penjelasan lebih lengkap akan dibahas pada subbab
berikutnya.
2.4 Phone Logical
Incoding
Seperti dijelaskan pada subbab
sebelumnya bahwa phone logical incoding adalah
tahap akhir produksi ujaran. Phone
logical incoding atau orang biasa menyebut tahap artikulasi termasuk dalam
rincian produksi ujaran bagian pelaksanaan setelah produksi tahap perencanaan
(wacana, kalimat dan konstituen) dapat dilaksanakan sebelumnya. Pada phone logical incoding atau proses
artikulasi orang dapat memilih pilihan yang tepat apabila kata-kata yang
dihasilkan tersebut disimpan pada memori masing-masing.
Dengan
kata lain setidaknya proses artikulasi
dapat berlangsung dengan baik apabila penderita memiliki komprehensi atau
penerimaan yang baik tentang segala hal yang pernah dilakukan dan sudah
disimpan. Karena dalam proses pengujaran tentunya penderita pembicara tinggal
mencari dalam memori apa yang sudah terdapat pada memori penyimpanan. Pada
tahap pencarian pelaksanaan phone logical
inilah kemudian muncul sebuah permasalahan ketika seorang pembicara tidak
mampu untuk mencari dengan cepat pada memori masing-masing sehingga menimbulkan
gejala yang berhubungan dengan ingatan salah satunya lupa-lupa ingat.
2.5 Gejala Lupa-lupa
Ingat
Darjdowidjojo
(2005:153) mengatakan lupa-lupa ingat merupakan sebuah gejala yang terjadi pada
manusia ketika manusia tidak sepenuhnya ingat akan suatu kata yang mungkin
sudah lama tidak dipakai lagi. Gejala lupa-lupa ingat selama ini juga sering
dialami oleh peneliti sendiri. Contoh nyata ketika penulis terkadang mengalami
kesulitan ketika mengingat beberapa bahan belanja yang sudah didaftar
sebelumnya oleh Ibu penulis ketika belanja di pasar atau toko.
Misalnya
penyebutan miri (salah satu nama
bahan rempah-rempah) yang salah diucapkan karena lupa-lupa ingat sehingga
beralih menjadi micin. Begitupun karena peneliti lupa pada sebuah istilah kata
misalnya berakiran ‘i’ yang dimaksudkan
adalah interferensi yang berartikan masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yg bersifat melanggar kaidah
gramatika bahasa yg menyerap
karena
gejala lupa-lupa maka istilah tersebut disebutkan menjadi deferensi yang
membuat perbedaan makna dari data yang dimaksud.
Beberapa
kejadian di atas dapat diklasifikasikan tentang teori yang diungkapkan oleh
Brown dan MacNeil (dalam Darjdowidjojo, 2005:154) bahwa kategori lupa-lupa
ingat terdiri dari tiga yakni:
a) Jumlah
suku kata yang selalu benar
b) Bunyi
awal kata itu juga benar
c) Hasil
akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya
Sesuai
dengan fenomena yang dialami penulis, ketiga tipe atau ciri lupa-lupa ingat tersebut berpengaruh terhadap proses lupa-lupa
ingat yang dialami penulis. Diantaranya micin
yang disebutkan miri (analisis:
suku kata dan huruf depan sama) serta interferensi menjadi diferensi (analisis:
hasil akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya). Nababan
(1992:59) menyebutkan menyebutkan ciri-ciri pengungkapan pikiran lisan, terbagi
atas beberapa pertanyaan yang dapat diajukan yakni:
1) Sejauh
mana, dalam pengungkapan pikiran secera lisan atau berbicara, ciri-ciri sintaksis
dan semantik suatu kalimat ditentukan sebelum kalimat diucapkan?;
2) Apakah
bentuk suatu klausa diselsaikan sebelum klausa itu diucapkan, atau ada beberapa
bagian dari klausa dibentuk sambil diucapkan?;
3) Bagaimana
perencanaan suatu kalimat dalam berbicara?
Jika
diuraikan sesuai gejala lupa-lupa ingat, pertama untuk pertanyaan pertama
penderita telah mampu menemukan makna yang dimaksud. Akan tetapi untuk proses
selanjutnya yaitu pada bagian pertanyaan kedua dan ketiga penderita lupa-lupa
ingat tidak mampu untuk melakukannya. Secara keseluruhan dapat dikatakan
hubungan antara gejala lupa-lupa ingat dengan proses produksi bunyi ujar adalah
ketidakberhasilan pada tahap kedua dan
formulatif dan ketiga phone
logical incoding. Sebab secara eksplinsit sebenarnya penderita sudah mampu
mengetahui benda atau kata yang ditunjuk akan tetapi tidak ditemukan kata
tersebut serta gagalnya phone logical
incoding (artikulasi akhir) ketika proses pengujaran akhir.
2.6 Penyebab Tip Of The Tongue
Menarik jika menilik penyebab
terjadinya gejala tip of the tongue jika
dipandang menjadi dua sisi; a) berkaitan dengan pengaruh eksternal yang terjadi
diluar landasan neurologis (tempat memori) dengan, b) jika diteliti dari
landasan neurologis.
2.6.1 Berkaitan dengan
Pengaruh Eksternal yang Terjadi Diluar Landasan Neurologis (Otak):
Aisyah
(2011) menjelaskan ada beberapa penyebab penderita kehilangan memori kecil atau
tip of the tongue diantaranya,
depresi, stress, overload, tiroid,
alkohol dan narkoba, alzaimer. Depresi terjadi
menyebabkan kurangnya minat pada hal-hal sekitar penderita sehingga dapat
mengganggu proses di dalam memori (otak), stress
membuat tubuh bekerja di luar kewajaran membuat otak bekerja keras dan dapat
memperlambat proses encoding, penyimpanan dan pengingat informasi.
Overload
adalah gaya hidup yang terlalu sibuk dan kelebihan informasi hal ini
menjadi penderita lebih pelupa. Tiroid seperti
hipotiroidisme dan hipertiroidesme sangat mempengaruhi (kebingungan) mental dan
tidak mampu mengingat dalam waktu yang lama. Alkohol dan Narkoba merupakan
salah satu faktor yang bisa menyebabkan lupa. Ketika penderita tidak sadarkan
diri maka penderita gejala lupa tidak dapat mengingat apa yang sudah
dijelaskan. Alzheimer adalah salah
satu penyebab lupa yang disebabkan penyakit menyebabkan hilangnya memori,
bahasa dan kemampuan kognitif.
Akan
tetapi, dari beberapa pendapat di atas penyebab gejala tip of the tongue dapat diambil tiga aspek utama yang sesuai apa
yang dialami penderita yaitu depresi,
stress dan overload. Sebab tip of the tongue merupakan sebuah
gejala sederhana terkait kekurangmaksimalan wicara.
2.6.2
Jika
Diteliti dari Landasan Neurologis
Putra
(2009) menyebutkan lupa merupakan salah satu ciri berkurangnya kemampuan otak
mengolah memori. Penelitian University of Carolina melakukan studi dan
mengatakan bahwa jika penderita membiarkan stres dalam otaknya selama
bertahun-tahun, akan mengalami pengurangan fungsi otak tanpa disadarinya.
Sebanyak 100 partisipan yang mengikuti tes memori dalam studi membuktikannya.
Partisipan
diberi instruksi untuk mengingat nama orang, benda dan angka oleh peneliti. Dan
ternyata hasilnya, mereka yang gagal dalam tes tersebut terdeteksi mengalami
stres selama bertahun-tahun. Namun beberapa responden mengaku tidak merasa
stres. Kerusakan fungsi menyimpan memori dalam otak memang terjadi secara perlahan-lahan.
Oleh karena itu, partisipan biasanya tidak tahu bahwa sedang mengalami stres. Tapi
kabar baiknya, kerusakan memori pada otak tersebut bersifat reversible dan bisa
diperbaiki. Caranya yaitu dengan meningkatkan stimulasi otak sekaligus menurunkan
level stres. Semakin banyak mengingat sesuatu, semakin banyak kapasitas otak
untuk menyimpan informasi. Itu karena otak terdiri dari bermiliar-miliar sel
saraf atau neuron. Kebanyakan dari sel ini hanya terapung apung di sekitar
larutan garam di otak, menunggu untuk distimulasi sehingga bisa meneruskan atau
menyimpan data. Sel-sel itu harus diaktifkan. Semakin banyak sel tersebut yang
dihidupkan, semakin besar kemampuan otak mengolah data
Daftar Rujukan :
Aisyah. 2009. Penyebab Menjadi Pelupa di Usia Muda. (Online)
http://banyakilmu.blogspot.com/2011/06/penyebab-menjadi-pelupa-di-usia-muda.html,
diakses 19 Desember 2012.
Brown, D. 2007. Prinsip
dan Pembelajaran Bahasa. Terjemahan oleh Cholis N dan Pareanom Y. S. 2008. Jakarta:
Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Dadrjowidjojo. 2005. Psikolinguistik;
Pengantar Pemahaman Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kamus
Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Nababan, S. U. S. 1992. Psikolinguistik:
Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.