Selasa, 24 September 2013

Demam Festival Operet


  Sekilas memang terbilang asing di sekitar wilayah Jawa Timur. Tetapi fenomena tersebut  hanya dalam bentuk hipotesis semata. Buktinya UKM Blero UM (Universitas Negeri Malang) berhasil menyelenggarakan FESOP  (Festival Operet) 2013 tingkat SMA/SMK sederajat  ((19/09/2013) dengan sukses. Hal tersebut terlihat dari antusiasme peserta yang berasal dari kota-kota besar  seperti SMA Bangil (Pasuruan), SMA Darmawanita (Sidoarjo), SMA Srengat (Blitar) termasuk beberapa SMA di kota Malang. Festival yang diikuti  11 peserta  berhasil menghentakan Gedung Sasana Budaya dengan ragam dan karakteristik Operet menurut perwakilan daerahnya masing-masing. Tercatat hampir seluruh penampil mampu memaknai Festival yang bertemakan “Yang Muda Yang Berbudaya” secara kreatif dan inovatif. 
                Festival Operet yang diselenggarakan UKM Blero UM tahun ini tampil beda dibandingkan dengan  festival-festival pada umumnya. Salah satu keistimewaan terlihat dari piala yang diperebutkan. Tidak tanggung-tanggung  4 jenis piala bergengsi diperebutkan yakni Piala Gubernur Jawa Timur (juara 1), Piala Walikota (juara 2), Piala Rektor UM (juara 3) dan Piala Dispora (aktor terbaik, aktris terbaik, sutradara terbaik, naskah terbaik). Tidak hanya itu, keistimewaan lain terlihat pada jalannya festival. Layaknya beberapa acara pencarian bakat . Tiga juri dengan segala kapasitas dan kualitasnya selalu memberikan komentar  pada setiap penampil setelah pertunjukan selesai. Fungsi utamanya jelas yaitu memperbaiki kualitas penampil operet agar dapat lebih baik lagi pada pertunjukan berikutnya.
                Salah satu pesen dewan juri yang sempat saya tangkap berkaitan dengan dunia operet  ialah bahwa Operet bukanlah sebuah pertunjukan yang  hanya merekam suara kemudian ditirukan oleh para pemainnya. Bagi juri operet merupakan sebuah pertunjukan yang menggabungkan tiga unsur:  Inovasi, Teknologi dan Informasi . Inovasi terlihat bagaimana cara  peserta mampu mengemas sebuah cerita dengan baik. Teknologi berupa audio yang dihasilkan dari Adobe Primer atau program yang lainnya. Sedangkan Informasi adalah terkait makna tersirat yang coba ditampilkan oleh setiap peserta festival  operet.
                Di akhir, melalui satu hari penuh dengan kata “kreatif” yang muncul dari beberapa penampil operet SMA/SMK se Jawa Timur . Pemenang Festival Operet diumumkan. Juara pertama diraih  oleh SMAN 1 Srengat Blitar, disusul SMAN 1 Sutojayan Blitar dan SMKN 5 Malang dan beberapa the best dari SMA N 1 Srengat Blitar (aktor terbaik), SMA BSS Malang (aktris terbaik), SMKN 5 Malang (Naskah terbaik) dan SMA N 1 Srengat  Blitar (Sutradara terbaik).  Sungguh sebuah festival  yang perlu diapreasi. Pertanyaannya adalah bagaimana setiap peserta maupun penyelenggara mampu mengaplikasikan dalam kehidupan yang sebenarnya. Tentang makna sebuah tema acara Fesop 2013 yang pada intinya mempertahankan “budaya” .  Siapkah kita tentang hal itu?

Sabtu, 07 September 2013

Cinta Rama Shinta Bertaraf Internasional



Menakjubkan, begitulah yang coba ditampilkan oleh beberapa pelaku  Seni Ramayana Ballet Prambanan, Surakarta, dalam  awal bulan mei  ini. Bagaimana tidak, mereka berhasil menyuguhkan sebuah pertunjukan megah dengan balutan eksotika beragamnya lampu panggung, kostum tradisional, dan yang lebih ektrim, pertunjukan tersebut dilakukan di panggung terbuka tepat di depan Candi Prambanan.  Sungguh pengalaman yang tidak pernah terlupakan oleh  kami, rombongan  KKL  Paket Jawa Universitas Negeri Malang dalam tour  Solo- Jogja yang digelar beberapa hari lalu. Meskipun cerita yang ditampilkan bersifat tradisional, yakni membawakan cerita Ramayana dengan perbaduan antara gamelan, tembang-tembang jawa, serta tarian-tarian sebagai komunikasi dalam pertunjukan. Pengemasan para seniman Ramayana Ballet tidak boleh dipandang remeh. Mereka berhasil memadukan ketradisionalan dengan  modernisasi dalam bentuk alat-alat pementasan bertaraf internasional.
                Dikatakan demikian, karena  permainan tata lampu yang jumlahnya puluhan mampu menghipnotis penonton. Adakalanya ketika  sang Rama sedang berperang dengan Subali  untuk mendapatkan Dewi Tara, lampu-lampu serasa sehati mengikuti proses peperangan tersebut dengan merubah menjadi warna merah. Begitupun juga ketika Hanuman membakar Kerajaan Alangka yang biasa dikenal “Anoman Obong”. Penonton kembali diajak bersama-sama melihat secara jelas proses terbakarnya Kerajaan Alengka. Dimulai ketika itu, muncullah asap sungguhan. Asap-asap semakin mengepul membumbung tinggi. Sehingga muncullah api yang benar-benar menyala membakar Kerajaan Alangka. Kobaran api terbakarnya Kerajaan Alengka benar-benar ditampilkan di atas pertunjukan tersebut.
                Selain kemegahan pertunjukan, taraf internasional lain yang coba ditampilkan adalah tampak dari nonteknis  penerjemahkan sinopsis cerita Ramayana dengan menggunakan tujuh bahasa sekaligus yaitu Indonesia, Prancis, Inggris, Jerman, Jepang, Spanyol dan Korea.  Hal ini sebagai fasilitas bagi  para penonton yang notabene bukan hanya berasal dari Indonesia melainkan juga mancenegara. Di penghujung cerita, penonton disuguhkan oleh sebuah pertunjukan romantik antara Rama dan Sinta. Ketika Rahwana berhasil ditaklukkan dan Shinta kembali menghadap Rama. Tetapi Rama menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama berada di Alengka. Oleh karena itu, Rama meminta bukti kepada Shinta untuk membuktikan kesuciannya, dan dengan sukarela Shinta membakar diri. Namun, atas pertolongan dewa Api, Shinta selamat dari Api. So sweet, begitulah mungkin ungkapan beberapa bule. Terakhir sesi  foto-foto dengan para pemain menjadi salam perpisahan hangat dan keindahan candi Prambanan di malam hari menjadi salam pengiring perjalanan kembali ke Malang, mengesankan.

Kamis, 05 September 2013

Menggeliatnya Perpustakaan UM



Berbeda. Jejak kaki ini seakan merasakan perihal tak biasa di Perpustakaan UM (Universitas Negeri Malang). Bukan proses pembangunan disetiap sudut area Perpustakaan UM dan taman-taman kusam yang coba dipercantik, melainkan adanya antusiasme yang begitu besar oleh Mahasiswa UM disegala fakultas untuk berkunjung di Perpustakaan UM. Padahal jarang sekali peristiwa ini terjadi. Kadang-kadang perpustakaan UM tampak sepi dan hanya beberapa mahasiswa saja yang mengunjungi. Setelah saya perhatikan dengan seksama, ini adalah musim MABA (Mahasiswa Baru) yang sedang terpompa semangatnya untuk menyusuri rutinitas perkuliahan pada awal-awal masuk. Adanya kebersamaan diskusi bersama menyelsaikan tugas dosen, sekedar browsing internet, dan meminjam buku rujukan tugas dari dosen menjadi prioritas utama.
                Sadar atau tidak antusiasme yang seperti inilah yang seharusnya dipertahankan. Barangkali mungkin menyadari betapa pentingnya membaca. UM telah menyediakan ribuan eksemplar buku yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, fasilitas internet gratis dengan beberapa pekerja profesional  selalu siap melayani. Sehingga akan menjadi sia-sia jika tidak dipergunakan dengan baik. Pengalaman langka yang selalu terjadi setiap musim MABA menjadi perihal yang selalu kurindukan. Ketika mahasiswa begitu bersemangat meminjam buku dengan berbagai permasalahan yang dilakukan secara mandiri dengan bantuan komputer dan petugas perpustakaan.
                Entah fenomena di atas menjadi sebuah kemajuan atau hanyalah tradisi belaka. Terpenting adalah suasana perpustakan dipergunakan semestinya. Bukan hanya menjadi diskusi dua sejoli yang membahas masalah kegalauan hati atau hanya sebagai ajang cuci mata belaka, melainkan iklim diskusi akademik begitu besar  berhasil direalisasikan.  Melalui beberapa eksemplar buku-buku yang diperbutkan oleh MABA untuk sekedar dipinjam atau difotokopi.  Tidak hanya itu saja, beberapa pegawai perpustakaan pun pastinya akan semakin riang bekerja dengan banyaknya pengunjung perpustakaan. Disamping lebih maksimalnya Mbah Google diakses oleh ratusan mahasiswa setiap detiknya. Semoga geliat Perpustakaan UM yang selalu terjadi ketika MABA masuk tahun ini menjadi momentum awal budaya gemar membaca bagi para calon-calon guru Nusantara di bumi UM. Terima kasih untuk senyum mu yang begitu indah disuatu sore.

Senin, 31 Desember 2012

Phone Logical Incoding pada Gejala Tip of The Toungue dalam Produksi Ujaran Manusia



Abstrak: Hampir seluruh masyarakat Indonesia tidak asing dengan istilah gejala  dalam memproduksi kalimat yaitu lupa (tip of the tongue) yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Lupa merupakan satu diantara gejala pengujaran yang terbilang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Wujud nyata penderita gejala ini sering ditampakan ketika penderita atau pembicara (O1)  sulit menemukan kata yang mungkin sudah lama tidak dipakai. Analisis gejala latah tergolong elemen analisis produksi ujar dalam bentuk phone logical incoding. Tahap yang oleh Bock dan Levelt adalah tahap artikulasi yaitu tahap dimana kerangka serta isi yang sudah jadi itu diwujudkan dalam bentuk bunyi.

Kata kunci: Tip of the tongue, Produksi Ujar, Phone Logical Incoding

1.      Pendahuluan
            Anderson dan Ausabel (dalam Brown, 2008:97) mengungkapkan pengalaman sadar yang dinyatakan secara jelas dan dimasukkan dibedakan secara tepat, yang muncul ketika isyarat-isyarat bermakna, simbol, konsep, atau gagasan memiliki kemungkinan untuk dikaitkan dengan dan dimasukkan ke dalam struktur kognitif tertentu seseorang pada basis yang stabil dan substantif. Akan tetapi, munculnya fenomena gejala bahasa yaitu lupa-lupa ingat atau tip of the tongue dihampir pengguna bahasa di Indonesia. Membuat terhampatnya produksi ujar karena mengujarkan apa yang dicari itu tidak selama lancar.
            Sehingga menarik jika kajian psikolinguistik terkait fenomena gejala ini diangkat untuk dianalisis karena begitu tidak tabunya gejala bahasa yang disebut lupa-lupa ingat dapat terjadi di lingkungan masyarakat sekitar. Pembahasan penting yang akan dikaji peneliti antara lain: a) tahap-tahap produksi ujar khususnya logical incoding, b) pengertian gejala lupa-lupa ingat, c) penyebab lupa-lupa ingat, dan penyembuhan lupa-lupa ingat.
Objek yang berusaha peneliti paparkan adalah peneliti sendiri yang terkadang kesulitan menemukan sebuah kata pada proses pengerjaan suatu tugas. Studi pendekatan yang digunakan peneliti bukanlah studi produksi kalimat secara langsung karena tidak  memungkinkan untuk melakukan pembedahan anggota tubuh yang bersangkutan. Melainkan dengan menggunkan pendekatan tidak langsung yaitu dengan melakukan observasi kalimat-kalimat yang diujarkan dan bagaimana proses kesalahan-kesalahan tersebut dapat diujarkan.

2.      Produksi Ujar
            Sebagai pembicara selama ini mungkin tidak disadari begitu mudahnya bunyi-bunyi ujar diucapkan. Padahal untuk dapat mengeluarkan ujaran diperlukan beberapa tahap pelaksanaan sampai mencapai kesempurnaan pada produksi ujar.
Mayer dan Roelos (dalam Darjdowidjojo, 2005:141) menyebut teori mutahir mengenai produksi ujar terdiri dari tiga tahap yaitu konseptualisasi, formulasi, dan artikulasi. Penjelasan terkait ketiganya adalah sebagai berikut:
2.1  Tahap Konseptual
            Mengandung sebuah pengertian bahwa pra penderita sebelum membunyikan bunyi ujar. Yaitu berhubungan dengan proses mental penderita menyampaikan skemata awal yang dimiliki. Proses mental sendiri terdiri atas tiga tahap diantaranya, pertama aspek pengetahuan kita terhadap interlokutor. Pengetahuan yang dimaksud adalah penyesuaian pengonsumsi lawan bicara.
            Ketika berada pada forum resmi setidaknya pembicara harus menggunakan bahasa yang lebih berpegang pada karaksteristik bahasa sesuai ejaan atau bahasa resmi begitupun sebaliknya. Kedua, setelah penderita mampu menguasai sebuah tahap  pertama yang berkaitan dengan pengatuhan interlokutor di tahap kedua penderita harus menggunakan prinsiopal koperatif yakni aspek pragmatik (kesepakatan) dalam suatu forum yang berlangsung dalam percekapatan.
            Misalnya kesepakatan berdasarkan dengan kodrat bahasa Bali, Jawa ataupun Sunda yang memiliki ciri beragam. Contoh bahasa jawa untuk penyebutan kata nasi dapat disebutkan dengan beberapa nama seperti pari, bawon beras, menir dan sebagainya. Dari dua tahap pengetahuan di atas satu tahap yang terpenting adalah faktor pembicara itu sendiri yang dapat mengungkapkan beragamnya skemata yang dimiliki untuk mendukung tercapainya awal kematangan konsep yang digunakan.

2.2  Tahap Formulasi
      Adalah ketika penderita memilih beberapa skemata yang cocok digunakan yang kemudian dikategorikan sesuai dengan struktur sintaktik (N, V, Adj, dan sebagainya) ditambah dengan afiksasi. Dalam tahap  formulasi atau biasa disebut dengan grammatical incoding terdiri dari beberapa tahap diantaranya: tingkat pesan (message) dimana pesan yang ingin disampaikan diproses.
Pembicara akan mengumpulkan beberapa nosi-nosi atau asumsi-asumsi yang tepat, contoh ada sebuah kalimat Ibu Ani pergi ke sekolah  maka asumsi-asumsi yang muncul adalah bahwa Ibu Ani merupakan seorang perempuan. Tahap berikutnya tingkat fungsional, seorang pembicara harus dapat memetakan bahwa sesuai kajian sintaktik  ani adalah pelaku (nomina) dan pergi termasuk nomina. 
Dua tahap berikutnya yakni proses posisional dan fonologi. Posisional adalah terkait kedudukan pada beberapa suku kata yang menjadi formula. Ibu secara posisi berhubungan dengan Ani sedangakan ke lebih tepat digabungkan dengan sekolah. Setelah posisional tersusun secara tepat selanjutnya informasi ini akan dikirim ke tingkat fonologi yaitu proses penyesuaian neurologis dan biologis yang akan diwujudkan dalam bentuk bunyi.

2.3  Tahap Artikulasi
            Terhubung pada penderita atau pembicara tersebut mengeluarkan bentuk bunyi berdasarkan dua proses sebelumnya.  Tahap artikulasi yang biasa disebut dengan phonological encoding dimana seluruh kerangka dan isi yang sudah jadi tersebut diwujudkan dalam bentuk bunyi. Dapat dikatakan pada tahap ini adalah proses akhir produksi ujaran mengartikulasikan beberapa asumsi sera formula yang didapatkan sebelumnya. Penjelasan lebih lengkap akan dibahas pada subbab berikutnya.


2.4 Phone Logical Incoding
            Seperti dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa phone logical incoding adalah tahap akhir produksi ujaran. Phone logical incoding atau orang biasa menyebut tahap artikulasi termasuk dalam rincian produksi ujaran bagian pelaksanaan setelah produksi tahap perencanaan (wacana, kalimat dan konstituen) dapat dilaksanakan sebelumnya. Pada phone logical incoding atau proses artikulasi orang dapat memilih pilihan yang tepat apabila kata-kata yang dihasilkan tersebut disimpan pada memori masing-masing.
            Dengan kata lain setidaknya proses  artikulasi dapat berlangsung dengan baik apabila penderita memiliki komprehensi atau penerimaan yang baik tentang segala hal yang pernah dilakukan dan sudah disimpan. Karena dalam proses pengujaran tentunya penderita pembicara tinggal mencari dalam memori apa yang sudah terdapat pada memori penyimpanan. Pada tahap pencarian pelaksanaan phone logical inilah kemudian muncul sebuah permasalahan ketika seorang pembicara tidak mampu untuk mencari dengan cepat pada memori masing-masing sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan ingatan salah satunya lupa-lupa ingat.  

2.5 Gejala Lupa-lupa Ingat
            Darjdowidjojo (2005:153) mengatakan lupa-lupa ingat merupakan sebuah gejala yang terjadi pada manusia ketika manusia tidak sepenuhnya ingat akan suatu kata yang mungkin sudah lama tidak dipakai lagi. Gejala lupa-lupa ingat selama ini juga sering dialami oleh peneliti sendiri. Contoh nyata ketika penulis terkadang mengalami kesulitan ketika mengingat beberapa bahan belanja yang sudah didaftar sebelumnya oleh Ibu penulis ketika belanja di pasar atau toko.
            Misalnya penyebutan miri (salah satu nama bahan rempah-rempah) yang salah diucapkan karena lupa-lupa ingat sehingga beralih menjadi micin. Begitupun karena peneliti lupa pada sebuah istilah kata misalnya berakiran ‘i’  yang dimaksudkan adalah interferensi yang berartikan masuknya unsur serapan ke dalam  bahasa lain yg bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yg menyerap
karena gejala lupa-lupa maka istilah tersebut disebutkan menjadi deferensi yang membuat perbedaan makna dari data yang dimaksud.
            Beberapa kejadian di atas dapat diklasifikasikan tentang teori yang diungkapkan oleh Brown dan MacNeil (dalam Darjdowidjojo, 2005:154) bahwa kategori lupa-lupa ingat terdiri dari tiga yakni:
a)      Jumlah suku kata yang selalu benar
b)      Bunyi awal kata itu juga benar
c)      Hasil akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya
            Sesuai dengan fenomena yang dialami penulis, ketiga tipe atau ciri lupa-lupa ingat  tersebut berpengaruh terhadap proses lupa-lupa ingat yang dialami penulis. Diantaranya micin yang disebutkan miri (analisis: suku kata dan huruf depan sama) serta interferensi menjadi diferensi (analisis: hasil akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya). Nababan (1992:59) menyebutkan menyebutkan ciri-ciri pengungkapan pikiran lisan, terbagi atas beberapa pertanyaan yang dapat diajukan yakni:
1)      Sejauh mana, dalam pengungkapan pikiran secera lisan atau berbicara, ciri-ciri sintaksis dan semantik suatu kalimat ditentukan sebelum kalimat diucapkan?;
2)      Apakah bentuk suatu klausa diselsaikan sebelum klausa itu diucapkan, atau ada beberapa bagian dari klausa dibentuk sambil diucapkan?;
3)      Bagaimana perencanaan suatu kalimat dalam berbicara?
            Jika diuraikan sesuai gejala lupa-lupa ingat, pertama untuk pertanyaan pertama penderita telah mampu menemukan makna yang dimaksud. Akan tetapi untuk proses selanjutnya yaitu pada bagian pertanyaan kedua dan ketiga penderita lupa-lupa ingat tidak mampu untuk melakukannya. Secara keseluruhan dapat dikatakan hubungan antara gejala lupa-lupa ingat dengan proses produksi bunyi ujar adalah ketidakberhasilan pada tahap kedua dan  formulatif dan ketiga phone logical incoding. Sebab secara eksplinsit sebenarnya penderita sudah mampu mengetahui benda atau kata yang ditunjuk akan tetapi tidak ditemukan kata tersebut serta gagalnya phone logical incoding (artikulasi akhir) ketika proses pengujaran akhir.

2.6  Penyebab Tip Of The Tongue
            Menarik jika menilik penyebab terjadinya gejala tip of the tongue jika dipandang menjadi dua sisi; a) berkaitan dengan pengaruh eksternal yang terjadi diluar landasan neurologis (tempat memori) dengan, b) jika diteliti dari landasan neurologis. 
2.6.1 Berkaitan dengan Pengaruh Eksternal yang Terjadi Diluar Landasan Neurologis (Otak):
            Aisyah (2011) menjelaskan ada beberapa penyebab penderita kehilangan memori kecil atau tip of the tongue diantaranya, depresi, stress, overload, tiroid, alkohol dan narkoba, alzaimer. Depresi terjadi menyebabkan kurangnya minat pada hal-hal sekitar penderita sehingga dapat mengganggu proses di dalam memori (otak), stress membuat tubuh bekerja di luar kewajaran membuat otak bekerja keras dan dapat memperlambat proses encoding, penyimpanan dan pengingat informasi.
             Overload adalah gaya hidup yang terlalu sibuk dan kelebihan informasi hal ini menjadi penderita lebih pelupa. Tiroid seperti hipotiroidisme dan hipertiroidesme sangat mempengaruhi (kebingungan) mental dan tidak mampu mengingat dalam waktu yang lama. Alkohol dan Narkoba merupakan salah satu faktor yang bisa menyebabkan lupa. Ketika penderita tidak sadarkan diri maka penderita gejala lupa tidak dapat mengingat apa yang sudah dijelaskan. Alzheimer adalah salah satu penyebab lupa yang disebabkan penyakit menyebabkan hilangnya memori, bahasa dan kemampuan kognitif.  
            Akan tetapi, dari beberapa pendapat di atas penyebab gejala tip of the tongue dapat diambil tiga aspek utama yang sesuai apa yang dialami penderita yaitu depresi, stress dan overload. Sebab tip of the tongue merupakan sebuah gejala sederhana terkait kekurangmaksimalan wicara.
2.6.2        Jika Diteliti dari Landasan Neurologis
            Putra (2009) menyebutkan lupa merupakan salah satu ciri berkurangnya kemampuan otak mengolah memori. Penelitian University of Carolina melakukan studi dan mengatakan bahwa jika penderita  membiarkan stres dalam otaknya selama bertahun-tahun, akan mengalami pengurangan fungsi otak tanpa disadarinya. Sebanyak 100 partisipan yang mengikuti tes memori dalam studi membuktikannya.
            Partisipan diberi instruksi untuk mengingat nama orang, benda dan angka oleh peneliti. Dan ternyata hasilnya, mereka yang gagal dalam tes tersebut terdeteksi mengalami stres selama bertahun-tahun. Namun beberapa responden mengaku tidak merasa stres. Kerusakan fungsi menyimpan memori dalam otak memang terjadi secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, partisipan biasanya tidak tahu bahwa sedang mengalami stres. Tapi kabar baiknya, kerusakan memori pada otak tersebut bersifat reversible dan bisa diperbaiki. Caranya yaitu dengan meningkatkan stimulasi otak sekaligus menurunkan level stres. Semakin banyak mengingat sesuatu, semakin banyak kapasitas otak untuk menyimpan informasi. Itu karena otak terdiri dari bermiliar-miliar sel saraf atau neuron. Kebanyakan dari sel ini hanya terapung apung di sekitar larutan garam di otak, menunggu untuk distimulasi sehingga bisa meneruskan atau menyimpan data. Sel-sel itu harus diaktifkan. Semakin banyak sel tersebut yang dihidupkan, semakin besar kemampuan otak mengolah data




















Daftar Rujukan :

Aisyah. 2009. Penyebab Menjadi Pelupa di Usia Muda. (Online) http://banyakilmu.blogspot.com/2011/06/penyebab-menjadi-pelupa-di-usia-muda.html, diakses 19 Desember 2012.

Brown, D. 2007. Prinsip dan Pembelajaran Bahasa. Terjemahan oleh Cholis N dan Pareanom Y. S. 2008. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Dadrjowidjojo. 2005. Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Nababan, S. U. S. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Putra. 2009. Lupa merupakan Ciri Kerusakan Memori. (Online) http://id.shvoong.com/medicine-and-health/neurology/1942486-lupa-merupakan-ciri-kerusakan-memori/#ixzz2FKqWAqq8, diakses 19 Desember 2012.